Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - DW. Jika dalam pengelolaan bentang alam, di masa lalu, kebijakan dan langkah Indonesia terutama ditujukan untuk mencapai produksi hutan lestari, kini menurut pemerintah Indonesia, perspektifnya bergeser ke arah menyeimbangkan nilai-nilai sosial, lingkungan dan ekonomi. "Kita sudah pindah dari manajemen berorientasi kayu ke pengelolaan lanskap hutan," demikian disampaikan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya dalam acara akbarGlobal Lanscape Forum 2018yang digelar di Bonn, Jerman, akhir minggu lalu.
Dijelaskan lebih lanjut, strategi yang dilakukan adalah memulihkan kondisi lahan gambut, meningkatkan mata pencaharian masyarakat, menyediakan akses ke tanah untuk komunitas lokal, mengembangkan peluang pembiayaan inovatif dan instrumen keuangan untuk pengelolaan dan pemulihan hutan dan lahan yang berkelanjutan, serta mengintegrasikan tujuan memperlambat pemanasan global.
"Kami telah belajar banyak dari apa yang telah kami lakukan dengan baik dan apa yang seharusnya kami lakukan secara berbeda. Kami telah mencoba sejumlah cara untuk memanfaatkan lahan gambut, beberapa telah bekerja dengan baik dan beberapa lainnya tidak," demikian pengakuan Siti Nurbaya dalam pidatonya di Global Landscape Forum 2018. Jenis ekosistem hutan Indonesia adalah lahan gambut, sumber daya alam yang sangat penting. Sumber daya lahan gambut tropis Indonesia melebihi dari 15 juta hektar.
Zona Hidrologi Gambut
Di lapangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan pedoman untuk pemulihan ekosistem gambut. "Kami mendirikan zona Kesatuan Hidrologis Gambut untuk perlindungan gambut dan meminta pemegang konsesi untuk merevisi rencana kerja masing-masing guna mengendalikan zona lahan gambut yang dilindungi,” tambahnya.
Catatan KLHK menunjukkan lebih dari 45 pemegang konsesi hutan tanaman industri dan 123 perusahaan perkebunan telah mengembangkan rencana untuk restorasi gambut sampai tahun 2026, dengan tujuan utama meningkatkan fungsi hidrologis. ”Terutama melalui penyumbatan kanal untuk mengontrol drainase lahan gambut, pengisian kembali kanal, pompa air dan sumur dalam untuk menjaga lahan gambut basah.Teknik lain termasuk pengelolaan air, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, menerapkan praktik kultivasi tradisional, revegetasi dan suksesi alami,” demikian dijelaskan MenKLHK Siti Nurbaya dalam wawancara khusus dengan Deutsche Welle.
"Awalnya terjadi resistensi, karena merasa terganggu, sudah ada izin, mengapa diatur-atur lagi, namun kami yakinkan bahwa ini adalah langkah korektif, tiada pilihan lain, dan harus dilakukan," ujarnya lebih lanjut.
Bagaimana pengawasan pengelolaan dana?
KLHK melibatkan pemberdayaan masyarakat melalui percepatan program perhutanan sosial. Sebelum 2015, masyarakat hanya dapat mengelola 7% dari kawasan hutan tetapi setelah tahun 2015 meningkat menjadi 33%.
"Kami juga telah mengidentifikasi kawasan hutan seluas 4,1 juta hektar yang dapat dialokasikan untuk reformasi agraria sambil meminimalkan deforestasi dan degradasi hutan dan melestarikan hutan primer alami dengan nilai karbon dan keanekaragaman hayati yang tinggi,” papar Siti Nurbaya.
Upaya memulihkan lanskap yang terdegradasi, termasuk lahan gambut terdegradasi, kini didukung oleh pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Lembaga ini adalah badan layanan publik yang bekerja untuk memobilisasi dan mengelola dana terkait lingkungan yang ditujukan untuk perlindungan lingkungan dan rehabilitasi sumber daya dan konservasi. "Badan ini akan dapat memobilisasi dana dari anggaran nasional, anggaran pemerintah daerah, dana swasta, serta dana internasional. Melalui lembaga keuangan inovatif ini, kami berharap bahwa upaya kami dalam mengelola lanskap berkelanjutan dapat dicapai," ujar Siti Nurbaya.
Pemerintah Indonesia berjanji menempatkan restorasi lahan gambut sebagai strategi utama untuk mengurangi emisi di sektor kehutanan. "Kami telah menargetkan untuk memulihkan 2 juta ha lahan gambut terdegradasi pada tahun 2030 untuk mendukung pencapaian pengurangan 29% dari emisi bisnis pada tahun 2030," pungkas Siti Nurbaya di Global Landscape Forum (GLF).
Didukung oleh pemerintah Jerman dan mitra-mitra utama seperti organisasi lingkungan CIFOR, acara GLFdi Bonn pada tanggal 1 dan 2 Desember 2018 diikuti lebih dari 2.000 peserta. Kegiatan ini menampilkan ide-ide terbaik para praktisi dan ilmuwan dalam pemulihan lanskap dan ilmuwan.