Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Goldman Sachs memperkirakan harga minyak mentah jenis Brent turun ke level terendah US$ 50-an per barel pada akhir tahun 2026. Hal itu terjadi karena surplus minyak yang melebar di tahun depan.
"Kami perkirakan surplus minyak akan melebar dan mencapai rata-rata 1,8 juta barel per hari pada kuartal keempat 2025 - kuartal keempat 2026, yang akan menghasilkan peningkatan stok global hampir 800 juta barel pada akhir 2026," kata bank tersebut dalam sebuah catatan yang dikutip dari Reuters, Rabu (27/8/2025).
Pada perdagangan hari ini, harga minyak sedikit berubah setelah ditutup anjlok 2% pada sesi sebelumnya, karena pasar menunggu tarif baru AS yang besar terhadap India, konsumen minyak mentah terbesar ketiga di dunia, sebagai tanggapan atas pembelian pasokan Rusia.
Rabu (27/8/2025) pukul 08.45 WIB, harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman Oktober 2025 naik 2 sen menjadi US$ 67,24 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Oktober 2025 stagnan di level US$ 63,25 per barel.
Kedua kontrak tersebut turun lebih dari 2% pada hari Selasa setelah memulai pekan ini dengan level tertinggi dalam dua minggu.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Rabu (27/8) Pagi, Menunggu Dampak Tarif AS terhadap India
"Investor tetap waspada karena tarif tambahan terhadap India sebagai tanggapan atas pembelian minyak mentah Rusia masih membayangi pasar," kata Daniel Hynes, ahli strategi komoditas senior di ANZ, dalam sebuah catatan pada hari Rabu.
Perusahaan penyulingan minyak India awalnya membatasi pembelian minyak mentah Rusia mereka menyusul pengumuman tarif AS dan sanksi Uni Eropa yang lebih ketat terhadap perusahaan penyulingan minyak India yang didukung Rusia, Nayara Energy.
Namun, perusahaan penyulingan minyak milik negara, Indian Oil dan Bharat Petroleum, telah melanjutkan pembelian pasokan Rusia untuk bulan September dan Oktober, menurut sumber perusahaan pekan lalu. Indian Oil, perusahaan penyulingan minyak terbesar di negara itu, mengatakan akan terus membeli minyak mentah Rusia tergantung pada kondisi ekonomi.
Hal ini membuat beberapa analis mempertanyakan seberapa besar dampak tarif AS yang lebih tinggi terhadap pembelian minyak India.
"Tarif sekunder belum cukup untuk menghentikan India membeli minyak Rusia. Pasar akan memantau aliran minyak Rusia ke India dengan cermat ke depannya untuk mengukur dampak tarif sekunder, jika ada," ujar Warren Patterson, kepala strategi komoditas di ING, dalam sebuah catatan.