Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) saat ini menunjukkan pola grafik yang disebut mirip dengan pasar kedelai sekitar 50 tahun lalu, yang kala itu sempat mencetak rekor sebelum anjlok hingga 50% akibat kelebihan pasokan global.
Peringatan ini datang dari Peter Brandt, analis teknikal veteran yang dikenal dengan prediksi-prediksi tajamnya di pasar komoditas dan kripto.
Peter Brandt: Pola “Broadening Top” Bisa Jadi Pertanda Puncak Harga
Dalam wawancaranya dengan Cointelegraph, Brandt menjelaskan bahwa Bitcoin sedang membentuk pola langka bernama “broadening top”, sebuah formasi grafik yang secara historis sering menandai fase puncak harga sebelum penurunan besar.
“Pada tahun 1970-an, kedelai membentuk pola yang sama, lalu turun 50% dari nilai puncaknya,” ujar Brandt.
Ia memperingatkan, jika sejarah terulang, dampaknya tak hanya dirasakan oleh investor ritel, tetapi juga perusahaan besar seperti MicroStrategy (MSTR) milik Michael Saylor, yang memiliki salah satu portofolio Bitcoin korporasi terbesar di dunia.
Baca Juga: Bitcoin Nyungsep ke US$107.000, “Uptober” Berubah Jadi “Downtober”?
Dalam sebulan terakhir, harga saham MicroStrategy turun 10,13%, seiring tekanan terhadap nilai aset bersih (NAV) dari perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan Bitcoin besar.
Prediksi Brandt: “Final Thrust” Bitcoin Mungkin Tak Akan Terjadi
Brandt juga menambahkan bahwa lonjakan besar yang diharapkan komunitas kripto — yang sering disebut sebagai “final thrust” atau dorongan terakhir menuju puncak — mungkin tidak akan terjadi.
Menurutnya, alih-alih mencetak rekor baru, Bitcoin justru bisa turun hingga ke level US$60.000, yang menandai awal dari fase pasar bearish baru.
Sebagian Analis Tetap Optimistis: Bitcoin Bisa Sentuh US$250.000
Meski pandangan Brandt cenderung pesimistis, sejumlah analis lain tetap meyakini potensi reli besar masih tersisa dalam siklus ini.
Salah satunya adalah Arthur Hayes, pendiri BitMEX, yang memperkirakan Bitcoin masih bisa melesat hingga US$250.000 sebelum akhir siklus bullish saat ini.
Secara historis, kuartal keempat memang merupakan periode terkuat bagi Bitcoin, dengan rata-rata pengembalian 78,49%, menurut data CoinGlass.
Bulan Oktober juga dikenal sebagai periode bullish bagi kripto, meski kali ini sentimen pasar justru menunjukkan arah sebaliknya.
Sentimen Pasar Kripto Turun ke Zona “Extreme Fear”
Di tengah periode yang seharusnya positif, Crypto Fear & Greed Index menunjukkan angka 25, menandakan sentimen “Extreme Fear”.
Ketakutan pasar meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru yang memicu aksi jual di pasar saham dan kripto, membuat investor lebih berhati-hati setelah Bitcoin sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Baca Juga: Inilah Penyebab Mengapa Harga Bitcoin Anjlok Hari Ini
Akun analis AlphaBTC di platform X menilai, Bitcoin kini harus mempertahankan level support dan pola “higher lows” agar bisa kembali mencoba menembus level pembukaan bulanan yang sebelumnya gagal dilewati.
Peluang Rebound: CPI dan Rotasi Aset Bisa Jadi Katalis
Tak semua analis pesimis. David Hernandez, spesialis investasi kripto di 21Shares, menyebut bahwa jendela peluang Bitcoin bisa terbuka kembali dengan cepat apabila data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS menunjukkan tanda-tanda pelonggaran inflasi atau melanjutkan tren “immaculate disinflation”.
“Bitcoin sedang dalam posisi menggulung dan siap untuk melompat naik,” ujar Hernandez.
Sementara itu, Michaël van de Poppe, pendiri MN Trading Capital, menilai bahwa penurunan harga emas sebesar 5,5% dari puncaknya bisa menjadi sinyal awal rotasi aset menuju Bitcoin dan altcoin, yang berpotensi memicu reli baru di pasar kripto.