Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan tinggi masyarakat Amerika Serikat (AS) terhadap protein mendorong lonjakan konsumsi daging sapi hingga melampaui kapasitas produksi dalam negeri.
Kondisi ini membuat Negeri Paman Sam semakin bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan warganya.
Wesley Batista, salah satu miliarder Brasil pemilik raksasa pengolahan daging JBS, mengatakan tingginya harga daging sapi di AS mencerminkan ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, APPDI Bilang Harga Daging Sapi Impor Tidak Alami Lonjakan Harga
“Amerika menghadapi harga daging sapi tertinggi sepanjang sejarah. Produksinya tidak mampu menopang permintaan sehingga harus semakin banyak mengimpor,” ujarnya seperti dikutip Financial Times.
Tren diet tinggi protein ikut memperbesar permintaan. Protein kini tidak hanya hadir dalam makanan kemasan, tetapi juga dalam minuman populer seperti latte di Starbucks.
Riset pesaing JBS, Cargill, mencatat sekitar 60% konsumen di AS menambah asupan protein pada 2024, naik dari kurang dari setengah jumlah konsumen pada 2019.
Batista menduga maraknya penggunaan obat-obatan GLP-1 seperti Ozempic dan Mounjaro juga turut mendorong tren ini. “Dulu dokter melarang terlalu banyak makan telur atau protein, sekarang justru sebaliknya,” katanya.
Baca Juga: Pemerintah Bebaskan Kuota Impor Sapi, Harga Daging Masih Stabil
Namun di sisi lain, populasi sapi di AS kian menurun. Data Departemen Pertanian AS (USDA) mencatat jumlah ternak sapi hanya 28,7 juta ekor pada Juli lalu, terendah sejak pencatatan dimulai tahun 1973.
Kondisi ini membuat AS, meski masih produsen sapi terbesar dunia, harus mengimpor dari Brasil yang menjadi produsen nomor dua.
Kebijakan tarif impor tak mampu menahan arus daging Brasil. Meski pemerintahan Donald Trump sempat menaikkan bea masuk hingga 50% pada Agustus, impor tetap melonjak 91% pada paruh pertama tahun ini.
Meski impor dari Brasil mulai menurun, negara lain seperti Australia diprediksi akan mengisi celah pasar. USDA memperkirakan total impor daging sapi AS sepanjang tahun akan naik 16% dibandingkan tahun lalu.
Bagi JBS, kenaikan tarif tidak berdampak besar karena sebagian besar daging sapi untuk pasar AS diproduksi langsung di dalam negeri. Perusahaan ini bahkan menjadi produsen daging sapi terbesar di AS, dengan bisnis di Amerika menyumbang hampir sepertiga dari penjualan global.
Baca Juga: Australia Rebut Pasar Daging Sapi di China dari Amerika Serikat
Saham JBS juga resmi tercatat di bursa New York sejak Juni lalu.
Sementara itu, harga daging giling di kota-kota besar AS melonjak 13% menjadi US$ 6,32 per pon atau tertinggi sepanjang sejarah, menurut data Biro Statistik Tenaga Kerja.
“Harga memang makin mahal di beberapa pasar, tapi permintaan tetap sangat kuat, khususnya di Amerika,” tutur Batista.