Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak turun lebih dari US$ 1 per barel pada akhir perdagangan Senin (29/1) karena melemahnya sektor properti China yang memicu kekhawatiran permintaan. Hal itu menyebabkan pelaku pasar menilai kembali premi risiko pasokan akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Senin (29/1), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2024 ditutup turun US$ 1,15 atau 1,4% menjadi US$ 82,40 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2024 juga ditutup turun US$ 1,23 atau 1,6% ke US$ 76,78 per barel.
Kedua kontrak ditutup lebih rendah untuk pertama kalinya dalam empat sesi karena perhatian beralih ke kekhawatiran permintaan di China, di mana krisis real estate semakin parah dengan pengadilan Hong Kong memerintahkan likuidasi raksasa properti China Evergrande Group.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Karena Kekhawatiran Krisis Properti China
Krisis real estate yang semakin parah merupakan pukulan terhadap kepercayaan investor terhadap perekonomian negara importir minyak utama tersebut. Di mana data sebelumnya menunjukkan aktivitas yang lebih lambat dari perkiraan.
“Situasi di China merupakan hambatan terbesar bagi keseluruhan pasar, itulah sebabnya pasar terus mundur dari premi risiko perang,” kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC.
Kedua harga minyak acuan tersebut naik sekitar 1,5% pada awal perdagangan hari Senin, dengan harga Brent menyentuh level tertinggi sejak awal November setelah sebuah kapal tanker bahan bakar dihantam oleh rudal di Laut Merah dan pasukan AS diserang di Yordania dekat perbatasan Suriah.
Peristiwa tersebut menandai peningkatan besar ketegangan yang melanda Timur Tengah.
Namun, menyusul berita dari China, beberapa pelaku pasar mempertanyakan seberapa besar premi risiko yang seharusnya diberikan karena pasokan minyak belum terkena dampak langsung dari krisis Timur Tengah.
“Saat ini kami melihat harga premium sekitar US$ 10 per barel padahal seharusnya hanya US$ 3 atau US$ 4 berdasarkan fundamental permintaan minyak bumi yang sebenarnya,” kata Gary Cunningham, Director at Energy Advisory Firm Tradition Energy.
Sementara itu, tingginya suku bunga juga menjadi fokus setelah pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa tidak dapat mencapai konsensus pada hari Senin mengenai kapan suku bunga harus diturunkan.
Sementara itu, Rusia kemungkinan akan mengurangi ekspor naphtha, bahan baku petrokimia, antara 127.500 dan 136.000 barel per hari. Jumlah itu, sekitar sepertiga dari total ekspor Rusia, setelah kebakaran mengganggu operasi di kilang Baltik dan Laut Hitam, menurut data LSEG dan para pelaku pasar.
Baca Juga: Wall Street Perkasa, S&P 500 Kembali Cetak Level Penutupan Tertinggi
Fasilitas minyak Rusia lainnya diserang pada hari Senin, dan pihak berwenang Rusia mengindikasikan bahwa mereka telah menggagalkan serangan pesawat tak berawak terhadap kilang Slavneft-YANOS di kota Yaroslavl.
Persediaan minyak mentah dan sulingan AS diperkirakan berkurang minggu lalu. Sementara, stok bensin di AS terlihat meningkat, menurut jajak pendapat awal Reuters.
American Petroleum Institute akan mempublikasikan data stok AS pada hari Selasa sekitar pukul 16:30 ET. Data resmi dari Administrasi Informasi Energi akan dirilis pada hari Rabu pukul 10:30 ET.