kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Minyak Mentah Memanas Jelang Rapat Uni Eropa, WTI dan Brent Naik 0,4%


Senin, 30 Mei 2022 / 15:29 WIB
Harga Minyak Mentah Memanas Jelang Rapat Uni Eropa, WTI dan Brent Naik 0,4%
ILUSTRASI. Harga minyak mentah memanas


Reporter: Aris Nurjani | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah kembali melonjak dalam perdagangan awal pekan ini. Kenaikan harga minyak ke level tertinggi dalam dua bulan lantaran ketersediaan pasokan yang menipis dan rencana sanksi larangan impor minyak Rusia yang diberikan Uni Eropa.

Mengutip Reuters, Senin (30/5) pukul 14.00 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Juli 2022 naik 0,4% ke level US$ 119,90 per barel. Di awal sesi, harga sempat melonjak  ke US$ 120,5 per barel.

Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juli 2022 menanjak 0,5% ke US$ 116,17 per barel.

Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan, kenaikan harga minyak tidak lepas karena sikap pelaku pasar yang tengah menantikan sanksi yang diberikan Uni Eropa kepada Rusia seiring invasi terhadap Ukraina.

"Pasar tengah menantikan secara absolut negara-negara Uni Eropa yang memberikan sanksi, sedangkan tinggal Hungaria yang ditunggu sikapnya," ujar Nanang kepada Kontan.co.id, Senin (30/5)

Baca Juga: Harga Minyak Brent Tembus US$ 120 per Barel Jelang Rapat Uni Eropa

Sebelumnya, Uni Eropa mengumumkan akan menggelar pertemuan pemimpin Uni Eropa pada hari Senin-Selasa untuk membahas rencana embargo impor minyak Rusia

Nanang menambahkan, Rusia merupakan negara eksportir terbesar kedua dunia. Dengan adanya sanksi ini membuat Eropa harus bersiap terhadap ketatnya pasokan minyak mentah.

Apalagi, sejumlah kawasan di Eropa sudah memasuki musim panas, di mana ini tandanya musim liburan dan banyak aktifitas yang ingin berpergian di tengah melandainya kekhawatiran terhadap Covid-19.

"Hal ini menjadikan permintaan energi khususnya bahan bakar untuk maskapai, kendaraan dan lainnya akan meningkat di tengah minimnya pasokan global," ucap Nanang

Tidak hanya itu, lockdown yang dibuka di China menjadikan permintaan global meningkat. Terlebih, China merupakan negara konsumen minyak mentah terbesar kedua dunia.

Walau begitu, Nanang memperkirakan, kenaikan harga minyak masih akan terbatas. Karena, beberapa negara tidak menginginkan kenaikan harga minyak terlampaui tinggi, yang dapat mengerek inflasi.

"Saat ii bank sentral negara utama tengah berupaya melunakkan inflasi dengan menaikkan suku bunga secara agresif," jelas dia.

Baca Juga: Gagal Sepakati Embargo Minyak Rusia, Uni Eropa Coba Rundingkan Lagi Sebelum KTT

Nanang pun memprediksi, kenaikan harga minyak bersifat karena memasuki semester kedua penurunan harga minyak akan terjadi.

"Komoditas minyak masih akan berfluktuasi di tengah ketatnya pasokan dan peningkatan produksi. Bila ada penambahan kuota produksi, harga minyak pun akan turun," jelas Nanang.

Dia menambahkan, dampak penguatan harga minyak belakangan ini juga tidak lepas karena pelemahan dolar Amerika Serikat (AS). Di mana, the greenback melemah ke level terendah dalam 1 bulan.

"Hal ini mendorong harga minyak untuk menguji resisten penting US$ 116,50 dan US$ 116,65, penembusan area tersebut akan membuka ruang minyak untuk bergerak dalam rentan US$ 118," ucap Nanang.

Naiknya harga minyak dunia dikhawatirkan akan memicu aksi pelepasan cadangan minyak negara maju secara besar-besaran untuk meredam lonjakan angka inflasi.

Nanang pun memproyeksikan, di semester kedua harga minyak berada di bawah US$ 100, karena potensi penguatan dolar AS dan kebijakan moneter yang agresif terhadap kenaikan suku bunga. Potensi pelemahan harga minyak bisa kembali ke US$ 80 per barel- US$ 90 per barel




TERBARU

[X]
×