Sumber: Reuters | Editor: Markus Sumartomjon
LONDON. Bagaimana rasanya kalau ada perusahaan yang terpaksa harus angkat kaki dari tanah kelahirannya? Sepertinya pepatah ini bakal terjadi pada HSBC Holding Plc. Bank asal Inggris yang berkantor pusat di kota London ini sedang menimbang masak-masak untuk hengkang dari tanah kelahirannya ini, Inggris.
Penyebabnya tak lain adalah imbas krisis Eropa yang belum juga reda serta imbas krisis kredit perumahan di negeri Obama. Maklum, HSBC termasuk salah satu bank penyalur terbesar kredit perumahan di Amerika Serikat, sekitar US$ 1 miliar.
Dampak langsungnya gampang ditebak. Laba sebelum pajak HSBC di kuartal ketiga tahun ini anjlok sekitar 36% menjadi US$ 3 miliar. Namun melihat potensi laba yang diraih HSBC seharusnya bank ini masih bisa tersenyum.
Ternyata masalah terbesar justru ada di dalam negeri sendiri, alias di pemerintah Inggris. HSBC mengklaim bahwa biaya regulasi yang harus mereka keluarkan, termasuk di dalamnya pajak amat sangat tinggi. Kalau dijumlah nilainya bisa mencapai US$ 2,5 miliar per tahun. Ini dia yang menjadi biang kerok kenapa HSBC ingin cepat-cepat meninggalkan kota London, tempat markasnya klub Chelsea, Arsenal, dan Tottenham Hotspurs. “Menurut kami, ini sudah tidak masuk akal,” ucap Chief Executive HSBC Holding Plc, Stuart Gulliver.
Stuart berucap bahwa keputusan ini bakal diambil paling cepat tahun depan atau setidaknya 18 bulan dari sekarang. Tapi jangan salah, yang bakal pindah adalah holding dari HSBC yakni HSBC Holding Plc, sedangkan bank ritel HSBC di London ya masih tetap ada.