Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Lolosnya resolusi gencatan senjata Gaza pada hari Senin (25/3) sepertinya mulai membuat hubungan AS-Israel merenggang.
Meskipun Amerika Serikat abstain dalam pemungutan suara, 14 anggota dewan lainnya memberikan suara untuk resolusi tersebut.
Resolusi tersebut menyerukan gencatan senjata segera selama bulan suci Ramadan, yang sayangnya akan berakhir dua minggu lagi.
Resolusi itu juga menyerukan adanya gencatan senjata berkelanjutan, pembebasan semua sandera yang ditahan oleh Hamas di Gaza, dan penghormatan terhadap hukum internasional dari masing-masing pihak terkait penahanan.
Baca Juga: AS Abstain, Dewan Keamanan PBB Keluarkan Resolusi Gencatan Senjata Segera di Gaza
Begitu resolusi itu lahir, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu langsung membatalkan kunjungan delegasi seniornya ke Washington minggu ini.
Mengutip Reuters, Israel dan AS sebelumnya dijadwalkan untuk membahas ancaman serangan Israel di kota Rafah di Gaza selatan.
Penundaan pertemuan itu dikhawatirkan akan memperburuk bencana kemanusiaan di Gaza. AS akan kehilangan momen untuk membujuk Israel agar membatalkan serangannya ke Rafah.
Keputusan AS untuk abstain di PBB juga mencerminkan semakin besarnya rasa frustrasi pemerintah Presiden Joe Biden terhadap sikap Netanyahu di Gaza.
Baca Juga: Sekjen PBB: Jalur Darat Paling Efektif untuk Mengirim Bantuan ke Gaza
Perubahan Sikap Amerika Serikat
AS selalu menghindari kata “gencatan senjata” dalam membahas perang di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama enam bulan. AS juga terus menggunakan hak vetonya di PBB untuk melindungi Israel ketika mereka melakukan pembalasan terhadap Hamas.
Namun, ancaman bencana kelaparan yang melanda Gaza serta tingginya tekanan dari komunitas internasional sepertinya membuat AS mulai melunak. Otoritas kesehatan Palestina pun melaporkan bahwa serangan Israel telah menewaskan sekitar 32.000 warga Palestina.
Kantor PM Israel mengatakan kegagalan AS untuk memveto resolusi terbaru merupakan sebuah kemunduran dari sikap sebelumnya dan akan merugikan Israel di medan perang.
Para pejabat di AS mengatakan pemerintahan Biden bingung dengan keputusan Israel dan menganggapnya sebagai reaksi berlebihan. Mereka juga bersikeras bahwa tidak ada perubahan kebijakan setelah ini.