Sumber: France 24 | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - PARIS. Prancis ikut memanaskan Laut China Selatan. Kapal selam serang nuklir Prancis SNA Emeraude baru-baru ini melakukan patroli di Laut China Selatan.
Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly mengumumkan sendiri mengenai patroli kapal selam nuklir Prancis tersebut.
France24, stasiun televisi Prancis melaporkan, dalam akun twitter-nya Parly mengungkapkan, kapal selam serang nuklir Prancis SNA Emeraude termasuk di antara dua kapal angkatan laut yang baru-baru ini melakukan patroli melalui Laut Cina Selatan.
"Patroli luar biasa ini baru saja menyelesaikan perjalanan di Laut Cina Selatan. Bukti mencolok dari kemampuan Angkatan Laut Prancis kami untuk mengerahkan jauh dan untuk waktu yang lama bersama dengan mitra strategis kami yakni Australia, Amerika dan Jepang," demikian tweet Parly yang menyertakan sebuah gambar dua kapal di laut.
Baca Juga: Biden: Jika diperlukan, memenangkan perang untuk jaga keamanan Amerika
SNA Emeraude, disertai dengan kapal pendukung, berlayar sejauh 15.000 km di lepas pantai Prancis sebagai bagian dari misi Marianne yang sejak September 2020 berpatroli di zona Indo-Pasifik. "Ini untuk menunjukkan bahwa kami masih hadir di sana secara militer," kata Jean-Vincent Brisset, Direktur Penelitian di Institut Hubungan Internasional dan Strategis (Iris) dalam wawancara dengan France 24.
"Itu adalah janji lama yang dibuat oleh Jean-Yves Le Drian ketika dia masih menjadi menteri pertahanan," jelas Brisset. Le Drian, Menteri Luar Negeri Prancis saat ini, menjadi menteri pertahanan dari tahun 2012 hingga 2017.
China mengklaim hampir semua Laut China Selatan. Sementara Taiwan, Filipina, Brunei, Malaysia, dan Vietnam semuanya juga mengklaim sebagian dari kawasan itu, yang diyakini menyimpan cadangan minyak dan gas yang berharga.
Klaim Beijing diperdebatkan oleh Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa dan Asia.
Misi AS ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tahun lalu secara resmi menyerahkan catatan diplomatik ke kantor Sekretaris Jenderal PBB bahwa klaim maritim China di Laut China Selatan yang disengketakan "tidak sesuai dengan hukum internasional".
Pada bulan Januari lalu, Jepang, bergabung dengan beberapa negara termasuk Inggris, Prancis, Jerman, Malaysia, Australia, Indonesia, Vietnam dan Filipina, membuat pengajuan serupa ke PBB.
Baca Juga: China menciptakan tentara super, tahan sakit, dan tak kenal rasa takut
Dalam konteks geopolitik maritim yang semakin tegang ini, Prancis ingin menyatakan kembali bahwa ia memiliki kepentingannya sendiri yang harus diwaspadai di kawasan tersebut.
Pada tahun 2019, Kementerian Pertahanan Prancis merilis laporan berjudul "Prancis dan Keamanan di Indo-Pasifik" yang mengingatkan bahwa sekitar 1,5 juta warga Prancis tinggal antara Djibouti di semenanjung Afrika Timur dan wilayah luar negeri Polinesia Prancis.
Artinya, Paris memandang zona Indo-Pasifiknya membentang dari Teluk Aden hingga ke luar Australia. Namun Laut China Selatan tidak termasuk dalam laporan tersebut.
"Dari sudut pandang hukum, sangat dapat diterima untuk angkatan laut Prancis, dalam konteks operasinya di seluruh dunia, untuk berlayar ke sana," kata Antoine Bondaz, seorang peneliti spesialis Asia di Foundation for Strategic Research.
Baca Juga: Hubungan Inggris dengan China semakin memburuk, apa pemicunya?
Pada April 2019, China menuduh Prancis masuk secara ilegal ke "perairan China" setelah kapal fregat Prancis, Vendémiaire, berlayar melalui Selat Taiwan.
Paris menyatakan angkatan lautnya transit di Selat Taiwan setidaknya setahun sekali tanpa masalah.
Hampir dua tahun kemudian, Prancis kembali ke kawasan itu, kali ini dengan kapal selam serang nuklir. "Ini sinyal yang lebih kuat daripada kapal fregat pengintai," kata Jean-Dominique Merchet, koresponden pertahanan L'Opinion, di situs web surat kabar Prancis.
"Dalam konteks hubungan diplomatik global, ini adalah cara Prancis untuk menunjukkan bahwa mereka tidak takut akan keseimbangan kekuatan dengan China," kata Brisset.
Prancis berusaha untuk memantapkan dirinya sebagai penjamin hak untuk bernavigasi secara bebas di perairan internasional. "Ini adalah cara untuk memberi tahu mitra Australia, India, dan Jepang kami bahwa kami tidak hanya membuat pidato yang bagus. Prancis hanya akan memiliki kredibilitas di kawasan itu jika menunjukkan bahwa ia siap bertindak untuk mempertahankan prinsip-prinsipnya," jelas Bondaz.
Tidak ada tanggapan dari China soal patroli kapal selam nuklir Prancis ini.