Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON DC. Utang global mencapai rekor baru di 2018. Catatan Dana Moneter International atau International Monetery Fund (IMF), utang global saat ini mencapai US$ 164 triliun. Angka ini mencapai 225% dari gross domestic product (GDP) dunia.
“Ini merupakan rekor tertinggi utang dibandingkan tahun 2016. Dan mayoritas utang dilakukan oleh negara-negara maju,” ujar Tobias Adrian, Financial Counsellor and Director for The Monetary and Capital Market, IMF, Rabu (18/4)
Menurut laporan IMF bertajuk Global Financial Stability Report: A Bumpy Road Ahead April 2018, kontribusi utang China sejak tahun 2007 mencapai 43% atas total utang global. Adapun dalam 10 tahun terakhir, negara-negara berkembang juga turut bertanggung jawab atas kenaikan utang global tersebut.
Utang negara berkembang, menurut Adrian, saat ini hampir 50% dari GDP. Di masa lalu, persentase ini diindikasikan dalam kondisi krisis.
Bahkan, untuk negara-negara maju, rasio utang terhadap GDP lebih dari 105% merupakan rasio yang tinggi sejak perang dunia kedua. Sementara negara-negara dengan pendapatan rendah jika dirata-ratakan dalam rasio utang global mencapai 44% dari GDP. Dalam analisa IMF, utang-utang negara berkembang dengan pendapatan mini, memiliki risiko tinggi.
Saat bersamaan, rasio utang terhadap pendapatan juga naik, utamanya negara-negara dengan inflasi tinggi. Ini pula yang menyebabkan beban bunga juga naik berlipat sejak 10 tahun terakhir, mencuil 20% dari pajak.
Meski begitu, dalam proyeksi lima tahun ke depan, IMF menilai rasio utang terhadap pendapatan akan turun, seiring turunnya utang dua pertiga negara di dunia. “Namun ini dengan kondisi negara-negara tersebut menjalankan kebijakan utang yang terkontrol, dan tidak cepat puas dengan kebijakan tersebut,” ujar Tobias Adrian.
Tak hanya itu, menurut Adrian, tahun 2018-2019, rasio utang-utang negara maju akan turun tiga perlima dari negara-negara berpendapatan rendah serta dua pertiga dari negara berkembang. “Rasio utang di negara-negara maju akan turun semua, hanya satu negara yang menjadi pengecualian,” ujarnya tanpa menyebut nama negara itu.