Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NAYPYIDAW. Pemerintah militer Myanmar mulai menunjukkan niatnya untuk kembali ke demokrasi. Saat ini junta sedang berusaha mencari dukungan asing agar Myanmar bisa kembali ke demokrasi.
Pemimpin Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, mendesak agar komunitas internasional memberikan dukungan pada niatnya untuk mengembalikan demokrasi, alih-alih terus membenarkan aksi masyarakat anti-kudeta.
Oleh pemerintah militer, pergerakan anti-kudeta dianggap sebagai aksi terorisme yang bertujuan untuk menghancurkan negara.
"Militer dan pemerintah perlu mengambil tindakan terhadap kelompok teroris yang mencoba menghancurkan negara dan membunuh orang," kata Jenderal Min, seperti dikutip Reuters.
Berpidato di parade hari angkatan bersenjata tahunan hari Senin (27/3), Jenderal Min mengatakan kecaman internasional atas pemerintahan militernya didasarkan pada narasi palsu oleh Pemerintah Persatuan Nasional bayangan (NUG).
Baca Juga: Laporan Anyar: China Kirim Senapan Serbu & Rompi Anti Peluru ke Rusia
NUG sendiri merupakan pemerintah tandingan yang beroperasi di pengasingan. Gerakan ini dibentuk oleh Komite Pyidaungsu Hluttaw, sekelompok anggota parlemen terpilih dan anggota parlemen yang digulingkan dalam kudeta Myanmar 2021.
Saat ini junta Myanmar berencana mengadakan pemilihan pada bulan Agustus, yang oleh NUG dianggap sebagai bualan belaka.
Pemilihan tersebut diprediksi akan didominasi oleh partai proksi militer yang dikalahkan dalam dua pemilu terakhir, pada akhirnya Myanmar akan kembali dikuasai pemerintah dengan unsur militer yang kuat.
"Saya ingin mendesak komunitas internasional untuk bekerja sama dengan semua upaya pemerintah saat ini, dengan berhati-hati, untuk berada di jalan yang benar menuju demokrasi," lanjut sang jenderal.
Baca Juga: PBB: Afghanistan Jadi Negara Paling Tidak Ramah Terhadap Perempuan
Kudeta Menghapus Demokrasi
Pada kenyataannya, kudeta yang dipimpin Jenderal Min telah secara cepat mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif dan pembangunan ekonomi di Myanmar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kembalinya demokrasi berhasil membuat Myanmar mampu berbicara banyak setelah terus berada di bawah kekuasaan militer selama lima dari enam dekade terakhir.
Banyak partai politik telah dihancurkan atau menolak untuk mengambil bagian dalam pemilihan, beberapa berpihak pada pemerintah tandingan NUG.
Kelompok hak asasi manusia menuduh militer Myanmar melakukan kekejaman dalam operasi melawan para pejuang perlawanan, termasuk serangan terhadap penduduk sipil. PBB mengatakan setidaknya 1,2 juta orang telah mengungsi.