Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - HAGUE. Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), Karim Khan, menjadi orang pertama yang dikenai sanksi ekonomi dan perjalanan berdasarkan perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Sanksi ini menargetkan pengadilan kejahatan perang yang menyelidiki warga negara AS atau sekutunya, menurut dua sumber yang diberi pengarahan mengenai kebijakan tersebut.
Karim Khan, warga negara Inggris, disebut dalam lampiran perintah eksekutif yang ditandatangani Trump sehari sebelumnya. Pejabat senior ICC dan sumber lain yang mendapat informasi dari pemerintah AS mengonfirmasi hal ini kepada Reuters dengan syarat anonim.
Baca Juga: ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan, Benjamin Netanyahu Tuding ICC Anti-Semit
Sanksi yang dijatuhkan mencakup pembekuan aset di AS dan larangan masuk bagi Khan serta keluarganya ke wilayah Amerika Serikat.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent, setelah berkonsultasi dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio, diberi waktu 60 hari untuk menyusun daftar individu yang akan dikenai sanksi tambahan.
ICC mengutuk langkah ini dan menegaskan akan tetap menjalankan tugasnya dalam menegakkan keadilan bagi para korban kejahatan perang di seluruh dunia. Pejabat pengadilan di Den Haag mengadakan pertemuan untuk membahas dampak sanksi tersebut.
Dampak dan Reaksi Internasional
ICC, yang berdiri sejak 2002, memiliki yurisdiksi atas kasus genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang di negara-negara anggota atau kasus yang dirujuk oleh Dewan Keamanan PBB.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Penangkapan untuk Netanyahu, Gallant, dan Pemimpin Hamas
Sebanyak 79 negara, yang mewakili dua pertiga anggota ICC, mengecam sanksi AS, menyatakan bahwa tindakan ini dapat memperkuat impunitas bagi pelaku kejahatan serius dan melemahkan hukum internasional. Mereka memperingatkan bahwa sanksi dapat memaksa ICC menutup kantor lapangannya di berbagai negara.
Menurut perjanjian antara PBB dan AS, Khan seharusnya dapat melakukan perjalanan ke New York untuk memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB mengenai kasus yang ditangani ICC, termasuk situasi di Libya dan Darfur, Sudan.
Wakil juru bicara PBB, Farhan Haq, menegaskan bahwa AS harus tetap mematuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut.
Baca Juga: Jaksa ICC Minta Surat Perintah Penangkapan Pejabat Senior Israel dan Hamas
Langkah Trump ini bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, ke Washington. Netanyahu memuji keputusan tersebut dan menyebut ICC sebagai organisasi yang "skandal" serta mengancam hak negara demokrasi untuk membela diri.
ICC saat ini sedang menyelidiki konflik di Gaza yang melibatkan Israel, mantan Menteri Pertahanannya, dan pemimpin kelompok militan Hamas.