Sumber: Kyodo | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Pemerintah Jepang pada Selasa (29/3) menyetujui rencana larangan ekspor mobil mewah dan barang-barang lainnya ke Rusia. Kebijakan ini merupakan bagian dari sanksi ekonomi atas invasi Rusia ke Ukraina.
Dilansir dari Kyodo, embargo ekspor yang mencakup perhiasan dan karya seni ini akan berlaku mulai 5 April. Kabinet Perdana Menteri Fumio Kishida telah merevisi peraturan yang relevan untuk menerapkan larangan ekspor tersebut.
"Kami akan bekerja dengan komunitas internasional, termasuk negara-negara Kelompok Tujuh (G7), untuk menerapkan sanksi keras," kata Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang Koichi Hagiuda.
Langkah ini membuat Jepang berada di jalan yang sama dengan Amerika Serikat dan negara-negara anggota Uni Eropa dalam upaya menambah tekanan pada Rusia.
Baca Juga: Perkuat NATO, AS Kirim 6 Pesawat Pengacau Radar ke Jerman
Ekspor mobil menyumbang nilai yang cukup besar dari keseluruhan ekspor Jepang ke Rusia. Pada tahun 2020, nilai ekspor mobil Jepang ke Rusia mencapai 627,8 miliar yen.
Larangan ekspor barang mewah seperti ini sebelumnya pernah diterapkan Jepang kepada Korea Utara pada tahun 2006, ketika negara itu mengumumkan telah melakukan uji coba nuklir. Sejak saat itu, Jepang melarang impor dan ekspor ke Korea Utara secara total.
Selain larangan ekspor barang mewah, Jepang bersama G7 pada Senin (28/3) setuju untuk menolak permintaan Rusia untuk membayar gas alam dalam rubel ketika mengimpor.
Baca Juga: Zelensky: Rusia Seharusnya Menerima Sanksi Lebih Keras
Mengutip Kyodo, para menteri energi dari tujuh negara juga sepakat dalam pertemuan darurat untuk meminta perusahaan di negara masing-masing agar tidak memenuhi permintaan Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu memutuskan akan meminta pembayaran dalam rubel untuk penjualan gas dari negara-negara yang masuk ke dalam kategori tidak bersahabat, termasuk di antaranya adalah Jepang.
Sebelumnya, pembayaran dilakukan dalam dollar AS atau euro. Langkah itu bertujuan untuk menguatkan kembali mata uang.
Pengumuman Putin tentang penjualan gas dalam rubel setidaknya berhasil mendorong mata uang itu ke level tertinggi dalam tiga minggu terakhir dan ditutup pada 97,7 terhadap dollar AS.