Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - KYIV. Merasa tidak puas dengan sanksi yang sudah ada, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada hari Senin (28/3) mendesak negara Barat untuk segera menjatuhkan sanksi yang lebih berat terhadap Rusia.
Melalui pidato pada Senin malam, Zelensky juga menilai negara Barat telah salah melakukan perhitungan sehingga sanksi tidak mampu menghentikan Rusia.
Menurut Zelensky, sanksi terhadap Rusia seharusnya bisa dijatuhkan sebelum invasi, bahkan sejak tahun lalu. Penundaan sanksi inilah yang dinilai memperlancar invasi Rusia ke Ukraina.
"Sekarang ada banyak petunjuk dan peringatan bahwa sanksi yang seharusnya lebih keras, seperti embargo pasokan minyak Rusia ke Eropa, akan diberlakukan jika Rusia menggunakan senjata kimia," kata Zelensky, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Ukraina Khawatir Aktivitas Pasukan Rusia di Chernobyl Bisa Memicu Radiasi Nuklir
Zelensky juga menyoroti sejumlah tindakan keras Rusia seperti penggunaan bom fosfor hingga penyerangan PLTN di Ukraina. Beberapa aksi itu dianggap sudah cukup bagi Barat untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat.
"Kami, orang-orang yang hidup, harus menunggu. Bukankah semua yang telah dilakukan militer Rusia hingga saat ini memerlukan embargo minyak? Sanksi harus efektif dan serius," lanjut Zelensky.
Lebih lanjut, Zelensky menyebut sanksi lemah yang diberikan akan membuat seolah-olah Rusia diizinkan untuk terus melakukan apa yang mereka lakukan sekarang. Operasi militer bisa terus terjadi di Ukraina, bahkan di negara lain.
Baca Juga: Telepon Putin, Erdogan Serukan Gencatan Senjata di Ukraina
Invasi Rusia di Ukraina sudah berlangsung satu bulan lamanya. Selama itu pula, sudah ada lebih dari 3,8 juta orang Ukraina melarikan diri ke luar negeri, ribuan orang tewas atau terluka, dan menyebabkan ekonomi Rusia sendiri terpuruk.
Perang Ukraina disebut jadi konflik bersenjata terburuk di Eropa sejak Perang Dunia II.
Terkait embargo minyak yang diminta Zelensky, langkah ini sudah diambil oleh Amerika Serikat. Sayangnya, negara-negara Eropa masih ragu karena memang sangat bergantung pada minyak Rusia.
Jerman sebagai kekuatan ekonomi terbesar Eropa bahkan menyebut pemberlakuan embargo semacam itu bisa memicu resesi dan pengangguran massal di Benua Biru.