Sumber: Kyodo | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Pemerintah Jepang semakin serius untuk memperluas program pertahanannya. Kali ini, para pejabat pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida berencana menaikkan pajak tembakau demi mendapatkan pemasukan lebih untuk program pertahanan.
Dilansir dari Kyodo, koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) dan Partai Komeito saat ini sedang mencari cara untuk mendapatkan dana gabungan hingga 43 triliun yen, atau sekitar Rp 491 triliun, yang merupakan anggaran belanja pertahanan Jepang selama lima tahun ke depan. Programnya akan dimulai pada April 2023.
Sebelum ini, PM Kishida juga memberikan pesan kepada para bawahannya untuk mengamankan setidaknya 1 triliun yen per tahun melalui kenaikan pajak setelah tahun fiskal 2024 atau setelahnya.
Para pembuat kebijakan sedang mempertimbangkan untuk menaikkan pajak perusahaan dan tembakau secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan pertahanan mereka.
Baca Juga: Jepang Melihat Gerakan Militer China Sebagai Tantangan Bagi Tatanan Internasional
Dari pajak perusahaan yang lebih tinggi, Jepang berharap bisa mendapatkan 700 hingga 800 milier yen. Sementara dari kenaikan pajak tembakau, dana senilai 200 miliar yen bisa diamankan.
Dana 200 miliar yen lainnya akan didapat dari pajak penghasilan sementara yang diadopsi setelah gempa bumi besar dan tsunami 2011.
Rencana Kishida untuk menaikkan pajak tentu memicu reaksi dari beberapa anggota parlemen partai yang berkuasa, bahkan menteri kabinet yang dipilihnya sendiri.
Beberapa menteri kabinet Kishida menyerukan penerbitan obligasi untuk membiayai pengeluaran pertahanan yang meningkat.
Baca Juga: Jepang-Inggris-Italia Segera Luncurkan Proyek Pembuatan Jet Tempur Bersama
Namun, Kishida mengesampingkan obligasi pemerintah baru sebagai sumber pendanaan yang stabil, dengan alasan bahwa kesehatan fiskal Jepang ada dalam kondisi yang sulit.
Koalisi yang berkuasa diperkirakan akan menyelesaikan rencana reformasi pajak untuk tahun fiskal berikutnya akhir pekan ini.
Sejak menjabat pada Oktober 2021, Kishida memang telah bertekad untuk menghidupkan kembali kemampuan pertahanan Jepang selama lebih dari setengah abad dalam kondisi pasif.
Langkah ini ditujukan untuk mengatasi potensi ancaman keaman kawasan yang semakin tinggi berkat aktivitas militer China, pengembangan rudal dan nuklir Korea Utara, dan perang Rusia di Ukraina.