Reporter: Ahmad Febrian, Reuters |
WASHINGTON. Dampak krisis di Timur Tengah merambah hingga ke Amerika Serikat (AS). Kabar terbaru, AS terus mempertimbangan semua opsi untuk menurunkan harga minyak. Opsi terakhirnya adalah menggelontorkan cadangan minyak negara adidaya tersebut.
Maklum, harga minyak mentah di AS terus menanjak naik. Jumat (4/3) lalu, harga minyak naik US$ 3 menjadi US$ 105,17 per barel. Ini harga tertinggi sejak bulan September 2008.
Itu sebabnya, Kongres AS menekan pemerintahan Barack Obama agar menyiapkan pasokan minyak untuk meringankan beban konsumen di AS. Kini harga bensin di SPBU AS terancam kembali naik di atas US$ 4 per galon.
Mengutip VoA, Kepala Staf Gedung Putih William Daley mengatakan, Pemerintah AS prihatin dengan tingginya harga bensin yang dipicu oleh kemelut yang ada di Timur Tengah. Melonjaknya harga minyak ini dapat merugikan perekonomian AS yang sedang berjuang keluar dari resesi ekonomi.
Menurutnya, menggunakan cadangan minyak AS menjadi salah satu pilihan yang sedang dipertimbangkan. "Tapi, kami juga mempertimbangkan faktor-faktor lain," ujar Daley kepada stasiun televisi NBC di acara Meet The Press, Minggu (6/3) waktu setempat.
AS merupakan negara yang memiliki cadangan darurat minyak terbesar di dunia. Jumlahnya sekitar 727 juta barel. Apabila pasokan minyak terhenti atau terganggu, Pemerintah AS bisa mengalirkan minyak dari cadangan darurat tersebut kepada perusahaan-perusahaan minyak untuk dijual di pasar terbuka.
AS menimbun cadangan minyak bumi sejak pertengahan tahun 1970-an, pasca-embargo minyak oleh negara-negara Arab.
Terakhir kali AS menggunakan cadangan minyaknya pada tahun 2005, pasca mengamuknya Badai Katrina. Saat itu, penggunaan cadangan minyak sukses menurunkan harga minyak di AS sekitar 9%.