kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kasus gagal bayar di Asia diramal melonjak, titik panas ada di China dan India


Selasa, 24 Desember 2019 / 07:57 WIB
Kasus gagal bayar di Asia diramal melonjak, titik panas ada di China dan India
ILUSTRASI. Yuan China. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD


Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Kasus gagal bayar alias default di Asia diramal akan semakin tinggi tahun depan. Melansir Bloomberg, titik panas kasus ini akan terkonsentrasi di China dan India.

Banyak investor yang memprediksi hanya sedikit dana talangan (bailout) yang dikeluarkan oleh pemerintah China mengingat Beijing baru-baru ini membiarkan pedagang komoditas Tewoo Group default dalam gagal bayar terbesar pada obligasi dollar oleh perusahaan milik negara dalam dua dekade terakhir.

Perusahaan-perusahaan di wilayah tersebut telah melakukan pembelian yang dipicu oleh utang. Faktor-faktor itu dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk pada tahun 2020 setelah gagal bayar di daratan Tiongkok mencapai rekor pada tahun 2019.

Baca Juga: Pemimpin Hong Kong: Masa depan ekonomi kita diliputi ketidakjelasan

Seiring dengan melambatnya ekonomi di Asia, perusahaan dibiarkan rentan terhadap pengetatan likuiditas. Peningkatan default kemungkinan akan lebih membebani sentimen investor, dan meningkatkan biaya pinjaman untuk perusahaan-perusahaan paling berisiko.

Gagal bayar di China kemungkinan akan meningkat baik di pasar obligasi onshore maupun offshore tahun depan di tengah pengetatan pendanaan. Menurut Monica Hsiao, kepala investasi di hedge fund Triada Capital, perusahaan milik negara yang lebih lemah dan kendaraan pembiayaan pemerintah daerah mungkin berisiko tinggi. Perusahaan real estat milik BUMN China, yang secara tradisional dipandang sebagai benteng ekonomi, juga berada dalam posisi rentan.

Baca Juga: China akan pangkas sejumlah tarif impor pada 1 Januari 2020

"Kita tidak boleh berasumsi bahwa sektor properti China kebal jika kondisinya terus mengetat untuk pengembang kecil yang tidak memiliki pemangku kepentingan dengan ikatan politik yang kuat, misalnya," kata Hsiao.

Gelombang akuisisi juga telah mendorong perusahaan dengan neraca yang terlalu besar tersandung masalah. Shandong Ruyi Technology Group Co, yang melakukan serangkaian akuisisi di luar negeri, telah berjuang untuk membayar utang. MMI International Ltd yang berkantor pusat di Singapura, yang telah dijual kepada investor China, telah melewatkan pembayaran pinjaman.

Utang menggunung


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×