Sumber: Al Jazeera | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - ANKARA. Kantor media Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berhenti menggunakan layanan WhatsApp setelah aplikasi perpesanan itu mewajibkan penggunanya untuk menyetujui kebijakan privasi baru yang kontroversial.
Seperti dikutip Al Jazeera, dalam pernyataan yang dibuat melalui WhatsApp pada Minggu (10/1), pejabat kepresidenan Turki menyebutkan, kantor media akan memperbarui informasi dan komunikasi dengan wartawan melalui apliksi BiP, aplikasi milik unit perusahaan komunikasi Turki Turkcell, mulai Senin ini.
Menyusul pembaruan paksa WhatsApp dalam kebijakan privasinya di pekan lalu, pengguna di Turki menolaknya di Twitter dengan tagar #DeletingWhatsapp.
Menurut media pemerintah Turki yang mengutip Turkcell, BiP memperoleh lebih dari 1,12 juta pengguna baru hanya dalam 24 jam, dengan lebih dari 53 juta pengguna di seluruh dunia.
Baca Juga: Benarkah kebijakan privasi baru WhatsApp serahkan data ke Facebook? ini penjelasannya
Perubahan yang dilakukan pada persyaratan dan layanan WhatsApp akan berlaku mulai 8 Februari dan memungkinkan WhatsApp berbagi data dengan perusahaan induk Facebook dan anak perusahaan lainnya.
Pengguna harus menyetujui persyaratan baru agar dapat tetap menggunakan aplikasi setelah batas waktu.
Pengecualian untuk Inggris dan Uni Eropa
Ali Taha Koc, kepala Kantor Transformasi Digital Kepresidenan Turki mengkritik persyaratan layanan baru WhatsApp dan pengecualian dari aturan berbagi data baru untuk pengguna di Inggris Raya dan Uni Eropa.
Dia meminta Turki untuk menggunakan aplikasi "nasional dan lokal" seperti BiP dan Dedi.
“Perbedaan antara negara anggota Uni Eropa dan lainnya dalam hal privasi data tidak dapat diterima! Seperti yang telah kami kutip dalam Pedoman Keamanan Informasi dan Komunikasi, aplikasi asal asing menanggung risiko signifikan terkait keamanan data,” kata Koc dalam tweet.
“Itulah mengapa kami perlu melindungi data digital kami dengan perangkat lunak lokal dan nasional serta mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan kami. Jangan lupa bahwa data Turki akan tetap ada di Turki berkat solusi lokal dan nasional,” imbuhnya.
Seperti diketahui, WhatsApp menyebutkan, persyaratan yang diperbarui akan memungkinkan pembagian informasi tambahan antara WhatsApp dan Facebook dan aplikasi lain seperti Instagram dan Messenger seperti kontak dan data profil tetapi bukan konten pesan yang tetap dienkripsi.
Facebook akan memonetisasi WhatsApp dengan mengizinkan bisnis untuk menghubungi klien mereka melalui platform dan menjual produk kepada mereka secara langsung menggunakan layanan, seperti yang sudah mereka lakukan di India.
Baca Juga: Gara gara kebijakan baru WhatsApp, Elon Musk sarankan gunakan aplikasi Signal
Facebook mendapat tekanan yang meningkat dari regulator saat mencoba mengintegrasikan layanannya.
Pada 2017, Uni Eropa mendenda raksasa media sosial AS itu US$ 120 juta karena memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan tentang pengambilalihan WhatsApp pada tahun 2014 mengenai kemampuan untuk menautkan akun di antara layanan.
Regulator federal dan negara bagian di AS menuduh Facebook menggunakan akuisisi WhatsApp dan Instagram untuk menghancurkan persaingan dan mengajukan tuntutan hukum antimonopoli pada bulan lalu yang bertujuan untuk memaksa Facebook untuk mendivestasi WhatsApp dan Instagram.
Baca Juga: WhatsApp sampaikan klarifikasi perihal kebijakan privasinya
Pada November tahun lalu, Turki mendenda perusahaan media sosial global, termasuk Facebook, Twitter dan Instagram, masing-masing 10 juta lira (US$ 1,18 juta) karena tidak mematuhi undang-undang media sosial yang baru.
Undang-undang baru Turki, yang mulai berlaku pada Oktober 2020, mewajibkan platform dengan lebih dari satu juta pengguna harian di Turki untuk menunjuk perwakilan yang bertanggung jawab ke pengadilan Turki, mematuhi perintah untuk menghapus konten yang "menyinggung" dalam waktu 48 jam dan menyimpan data pengguna di dalam negeri Turki.