Reporter: Dyah Megasari |
ROMA. Mengejutkan! krisis ekonomi yang melanda sebagian besar negara justru dibarengi dengan jumlah makanan yang terbuang percuma.
Rabu 11 September 2013, Food and Agricultural Organization (FAO) merilis, kerugian ekonomi yang langsung ditimbulkan akibat makanan terbuang mencapai US$ 750 miliar per tahun. Menggunakan kurs tengah Bank Indonesia (BI) 11 September di level Rp 11.438 per dollar AS, jumlah tersebut setara dengan Rp 8.578,5 triliun. Nilai itu belum mencakup produk ikan dan makanan dari laut.
Masih berdasar penelitian FAO, limbah makanan setiap tahun mencapai 1,3 miliar ton. Tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi, limbah ini juga mendatangkan bahaya yang signifikan pada alam, tempat manusia menggantungkan sumber makanan.
Setiap tahun, dari total makanan yang diproduksi namun tidak dikonsumsi, sama dengan aliran sungai Volga di Rusia. Limbah ini sekaligus bertanggung jawab atas bertambahnya 3,3 miliar ton gas rumah kaca ke atmosfer.
"Harus ada yang berubah. Kita tak bisa membiarkan sepertiga makanan yang diproduksi berakhir menjadi limbah tak berguna ketika 870 juta orang di dunia kelaparan setiap hari," ujar Direktur Jenderal FAO, José Graziano da Silva, Rabu (11/9).
Titik pemborosan
Sejumlah wilayah di dunia menyumbang limbah makanan terbesar. Pemborosan sereal di Asia menjadi masalah yang signifikan dan menyebabkan dampak besar pada emisi karbon, penggunaan air dan lahan. Nasi, memiliki profil risiko tinggi yang menghasilkan gas metana.
Sementara volume pemborosan daging di semua wilayah dunia relatif rendah. Buah terbuang memberikan kontribusi signifikan pada air limbah di Asia, Amerika Latin, dan Eropa.
Demikian pula, volume sayuran yang terbuang di industri Asia, Eropa, Asia Tenggara dan Asia Selatan. Itu semua menyumbang karbon terbesar di dunia.