Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
DANDONG. Rumor tak mengenakkan kini tengah menerpa Kim Jong-il. Intelijen AS melaporkan, pimpinan tertinggi Korea Utara (Korut) itu mengalami stroke. Penyakit itulah yang menyebabkan Kim tidak dapat tampil pada saat Hari Kemerdekaan negeri komunis itu yang ke-60. Bahkan tersiar pula kabar bahwa Kim sudah meninggal dunia.
Meski demikian, rumor ini tak mempengaruhi aktivitas di perbatasan China-Korut. Di kota Dandong yang terletak di provinsi Liaoning, warga sekitar lebih memilih untuk membicarakan perkembangan bisnis bagi kaum miskin dibanding kesehatan Kim. Sepertinya, tak ada rasa takut akan kehilangan sosok pemimpin yang dirasakan warga Korut di wilayah ini.
Hampir seluruh warga Dandong mengetahui bahwa Kim tidak hadir dalam perayaan hari kemerdekaan di Pyongyang kemarin (10/9). Sebagian di antara mereka mengetahui kabar tentang kesehatan Kim tersebut dari internet.
“Di satu sisi, sepertinya akan sangat baik jika kabar itu benar dan dia sudah wafat. Warga Korut sangat miskin. Bahkan mereka yang mampu di wilayah ini juga sangat miskin. Hal itu tidak akan berubah hingga dilakukan reformasi dan Kim Jong-il tidak akan melakukan hal itu,” kata Zhou Ping, seorang pebisnis asal Korut.
Memang, jika dilihat, kondisi kehidupan warga korut di wilayah itu sangat memprihatinkan. Warga miskin sangat banyak. Hal itu sangat kontras dengan keadaan di perbatasan wilayah China. Di kawasan Sungai Yalu, terlihat banyak kapal pariwisata dan truk-truk yang dipenuhi muatan yang menandakan perdagangan di wilayah tersebut sangat bergairah.
Kontrasnya pemandangan semakin tergambar jelas pada malam hari. Langit di perbatasan Dandong sebelah China dipenuhi dengan cahaya lampu terang dan warna-warni. Sebaliknya, di perbatasan Korut, suasana diliputi nuansa gelap dan mencekam.
Kondisi bisnis dan keuangan di sekitar kota tersebut menandakan hubungan yang kurang mesra antara China dan Korut. Padahal, China merupakan salah satu pilar utama bagi perdagangan Korut. Namun, tampaknya hubungan pemimpin kedua negara tidak begitu baik. Itu disebabkan Korut tidak mengindahkan imbauan untuk menghentikan pengembangan fasilitas nuklirnya.
“China dan Korut memiliki perbedaan, terutama tentang isu nuklir Korut. Namun Kim Jong-il merupakan isu lain. Jika ia wafat, tingkat ketidakpastian akan lebih tinggi lagi,” kata Cai Jian dari Fudan University di Shanghai.
Tak mempengaruhi bisnis
Di wilayah perbatasan China, isu tentang kondisi Kim juga tidak terlalu dihiraukan. Qi Minhong, pengusaha yang membeli seng dan bahan logam lain dari pedagang Korut, mengatakan ia sudah mendengar tentang kesehatan Kim. Namun ia yakin, hal itu tidak akan mempengaruhi bisnis.
“Permintaan China sangat besar. Bisnis akan tetap berjalan, walau banyak hal yang terjadi dalam dunia politik. Kita kan tidak bisa menghentikan aktivitas bisnis karena rumor,” kata Minhong.
Badan statistik China mengindikasikan, meskipun perekonomian Korut belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, namun perdagangan antara kedua belah pihak sudah terbangun. Itu disebabkan tingginya permintaan China untuk bahan mineral dan bahan baku lainnya kepada Korut.
Berdasarkan data statistik China, hingga bulan Juli tahun ini, perdagangan antara dua negara tetangga itu mengalami kenaikan 31,7% dibanding periode yang sama tahun lalu. Nilainya mencapai US$ 1,42 miliar.
Menurut Zhang Liangui, staf ahli Korea Central Party School, di luar besarnya peran ekonomi China ke Korut, namun hal itu tidak serta merta Negeri Tirai Bambu itu dapat menekan Pyongyang.
“China tidak dapat menggunakan perdagangan dan bantuannya untuk menekan atau memberikan sanksi kepada Korut, karena kita semua mengetahui betapa miskin dan sangat bergantungnya mereka. China tidak akan mengambil risiko untuk menghancurkan sebuah negara seperti itu,” kata Zhang.