Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
SEATLE. Investasi jumbo di teknologi mobile dan penjualan pernak-pernik Natal mendongkrak rapor kinerja Starbucks Corp. Dus, jaringan kedai kopi terbesar di dunia tersebut berhasil membukukan pertumbuhan penjualan di pasar global sebesar 12% pada kuartal IV 2015 lalu menjadi US$ 5,37 miliar.
Pertumbuhan itu melampaui prediksi analis yang menebak kenaikan penjualan 7,3% secara global. Laba kuartal IV 2015 Starbucks mencapai US$ 687,6 juta atau US$ 46 sen per saham. Kinerja ini mengejutkan lantaran maraknya isu pemboikotan Starbucks.
Berbagai kalangan termasuk miliarder Donald Trump menuduh Starbucks anti Natal karena menerbitkan produk edisi Natal terlalu sederhana alias hanya berwarna merah polos.
"Isu anti Natal tidak berpengaruh negatif," ujar CEO Starbucks Howard Schultz, seperti dikutip Wall Street Journal, kemarin.
Sepanjang kuartal IV 2015, sebanyak 22% dari total transaksi dilakukan di aplikasi pembayaran mobile. Sementara, penjualan lewat kartu anggota Starbucks mencetak rekor penjualan hingga US$ 1,9 miliar atau tumbuh 18% di kawasan Amerika.
Penjualan di kawasan Amerika, yakni Amerika Serikat (AS), Kanada dan Amerika Latin tumbuh 9%, di atas estimasi 7,7%. Tapi, penjualan kopi di Eropa stagnan atau hanya naik tipis 1%.
Padahal, analis memprediksi pertumbuhan 4,5%. Salah satu penghambat penjualan kopi Starbucks adalah aksi teror di Paris, Prancis pada November 2015.
Yang juga mengecewakan adalah penjualan kopi di China dan Asia Pasifik. Di kawasan ini, penjualan hanya tumbuh 5%, lebih rendah dari harapan analis yang sebesar 6,1%. Perlambatan ekonomi di pasar China menjadi salah satu penghambat Starbucks berjualan kopi.
Kendati begitu, jaringan kedai kopi ini tetap berniat ekspansi besar-besaran di China. Tahun 2016, Starbucks berencana membuka 500 gerai kopi China. Kuartal IV 2015, sebanyak 150 kafe Starbucks baru muncul di China.
Starbucks berencana merekrut 10.000 pegawai di China hingga tahun 2019 sebagai bagian ekspansi di pasar kedua terbesar di dunia setelah AS. Namun, laba per saham (EPS) kuartal I 2016 diprediksi turun jadi US$ 38 sen dari sebelumnya US$ 40 sen.