Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Juru bicara kantor pemerintah Rusia atau Kremlin, Dmitry Peskov, pada hari Senin (9/10) menyebut AS telah berupaya masuk ke perang Palestina-Israel dengan pendekatan yang destruktif.
"Situasi ini berpotensi menimbulkan bahaya lain sehingga tentunya menjadi perhatian khusus kita saat ini. Kami sepenuhnya menolak kekerasan. Masalah Palestina tidak bisa ditunda lagi, dan keputusan-keputusan PBB harus dilaksanakan," kata Peskov, dikutip Reuters.
Kremlin menyerukan agar perdamaian segera dihadirkan oleh kedua pihak berselisih agar kekerasan tidak meningkat menjadi konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengutuk adanya pertempuran di Jalur Gaza siapa pun pelakunya. Lavrov juga menyayangkan sikap Barat yang terus mengutuk serangan terhadap Israel dan berharap agar Israel bisa memenangkan pertempuran.
Baca Juga: Mengenal Hamas: Asal-Usul, Tujuan Gerakan, dan Pendukungnya
Menurut Lavrov, komunitas internasional harus sanggup menyelesaikan masalah Palestina terlebih dahulu, karena menjadi penyebab ketidakstabilan.
Rusia yang berhubungan baik dengan negara-negara Arab, termasuk Palestina dan Israel, mengatakan negara-negara Barat yang dimotori AS telah mengabaikan perlunya memerdekakan Palestina berdasarkan aturan tahun 1967.
"Saya tidak bisa tidak menyebutkan kebijakan destruktif Amerika Serikat yang menggagalkan upaya kolektif dalam kerangka Kuartet mediator internasional," kata Lavrov setelah pembicaraan di Moskow dengan ketua Liga Arab Ahmed Aboul Gheit.
Baca Juga: AS Berencana Kirim Kapal Induk & Jet Tempur untuk Mendukung Israel
Lebih lanjut, Lavrov menyebut AS telah berusaha memonopoli dialog antara Palestina dan Israel agar kemerdekaan Palestina tidak terjadi.
Palestina mengharapkan kemerdekaan dan kekuasaan penuh atas wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Semua wilayah itu direbut Israel dalam perang tahun 1967.
Kelompok penengah yang disebut Quartet dibentuk pada tahun 2002, beranggotakan PBB, Uni Eropa, Amerika Serikat dan Rusia. Mereka ditugaskan untuk membantu memediasi perdamaian dan mendukung rakyat Palestina dalam persiapan untuk menjadi negara.