kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lebih dari 8.500 tentara anak terjun ke medan konflik sepanjang 2020


Sabtu, 26 Juni 2021 / 10:30 WIB
Lebih dari 8.500 tentara anak terjun ke medan konflik sepanjang 2020


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Berbicara di hadapan Dewan Keamanan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan sejumlah data terkait anak-anak dan konflik bersenjata, termasuk tingginya jumlah tentara anak.

Laporan PBB pada Senin (21/6) lalu menunjukkan tingginya angka tentara anak di seluruh dunia. Dari beragam konflik yang pecah tahun lalu, setidaknya ada hampir 2.700 di antaranya tewas di tengah konflik.

Melansir Reuters, di dalamnya termasuk pembunuhan, melukai, pelecehan seksual terhadap anak-anak, penculikan atau perekrutan, penolakan akses bantuan, serta penargetan sekolah dan rumahsakit.

Laporan Guterres memverifikasi pelanggaran telah dilakukan terhadap 19.379 anak dalam 21 konflik. Pada 2020, pelanggaran terbanyak tercatat di Somalia, Republik Demokratik Kongo, Afghanistan, Suriah, dan Yaman.

Baca Juga: Perlombaan nuklir global mulai berkembang, jumlah senjata mematikan ini meningkat

Data tersebut menunjukkan, 8.521 anak-anak dimanfaatkan sebagai tentara anak sepanjang tahun lalu. Sebanyak 2.674 anak tewas dan 5.748 terluka dalam berbagai konflik.

Guterres juga menyampaikan nama-nama negara yang masuk ke dalam daftar hitam karena dianggap tidak memperhatikan kesejahteraan anak-anak selama konflik.

Daftar hitam PBB ini telah menjadi kontroversi sejak lama, terutama karena Arab Saudi dan Israel tetap ada di luar daftar meski terus terlibat dalam konflik yang merugikan anak-anak.

Hingga saat ini, Israel tidak pernah masuk dalam daftar walau serangkaian konflik yang mereka alami merugikan banyak anak-anak.

Sementara koalisi yang dipimpin Arab Saudi dicoret dari daftar hitam pada 2020, beberapa tahun setelah dipermalukan karena membunuh dan melukai anak-anak di Yaman.

Baca Juga: Lockdown dinilai sebagai kesalahan kesehatan terbesar dalam sejarah dunia, mengapa?




TERBARU

[X]
×