Sumber: Reuters | Editor: Tedy Gumilar
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Dampak kebijakan moneter Bank-bank sentral dunia bakal berkurang secara signifikan jika Libra, cryptocurrency ciptaan Facebook banyak digunakan di negara mereka.
Ambisi Facebook untuk merilis Libra dikhawatirkan akan melemahkan bank sentral atas kebijakan moneter dan perbankan.
"Jika Libra lebih banyak digunakan daripada mata uang berdaulat dari suatu negara tertentu, dampak kebijakan moneter akan rusak," kata Hiromi Yamaoka, mantan kepala divisi pengawasan sistem pembayaran dan settlement Bank of Japan, Jumat (2/8) waktu setempat.
Yamaoka mengatakan, penggunaan Libra dapat memicu dan mempercepat pelarian modal. Terutama dari negara-negara yang kepercayaan pasar terhadap mata uangnya rendah.
"Itu tidak akan menjadi masalah besar bagi negara-negara yang menikmati kepercayaan pasar yang kuat pada mata uang mereka," lanjut Yamaoka.
Baca Juga: Teknologi blockchain mulai mendapat tempat di Indonesia
Facebook merancang Libra akan didukung oleh cadangan aset nyata seperti deposito bank dan surat berharga pemerintah jangka pendek yang akan didenominasikan dalam mata uang utama.
Setiap perubahan dalam komposisi aset dapat menggerakkan pasar, termasuk nilai tukar. "Ini yang menjadi sumber kekhawatiran bagi para pembuat kebijakan karena melanggar kebijakan mata uang, katanya.
Kerjasama antar bank sentral
Pembuat kebijakan harus mengoordinasikan peraturan secara global mengingat alat pembayaran baru seperti itu memungkinkan uang untuk melintasi perbatasan dengan mudah.
Pada bulan lalu, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G7 memperingatkan cryptocurrency seperti Libra menimbulkan kekhawatiran serius dan harus diatur seketat mungkin.
Ini untuk memastikan Libra dan cryptocurrency lainnya tidak mengganggu sistem keuangan dunia.
Baca Juga: G7 pasang lampu kuning soal mata uang digital, sekaligus mendorong pajak digital
Meski demikian, Yamaoka menyadari tidak ada cara untuk menghentikan inovasi.
Facebook mungkin akan kesulitan meluncurkan Libra pada paruh pertama tahun 2020, seperti yang dijadwalkan.
"Tetapi mudah bagi operator lain untuk membuat sesuatu yang serupa," katanya.