Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Menjelajah toko-toko online saat lockdown rasanya jadi salah satu aktivitas yang banyak dilakukan masyarakat. Tapi ketidakpastian ekonomi termasuk masa depan finansial mereka membuat orang berpikir ulang untuk kalap berbelanja online.
Tapi layanan kredit jangka pendek yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan fintech pembiayaan menjadi daya tarik yang mampu mengubah keputusan seseorang menjadi membeli suatu barang. Misalnya Afterpay di Amerika Serikat (AS) menawarkan cicilan barang senilai US$ 260 selama empat kali angsuran tanpa bunga.
Afterpay adalah satu di antara segelintir perusahaan kredit alternatif yang menawarkan pinjaman kecil, sebagian besar untuk pembeli online. Layanan ini menghasilkan uang bagi perusahaan dari membebankan komisi kepada merchant sebesar 4%-6%.
Baca Juga: Aktivitas sektor jasa Amerika Serikat rebound pada Juni
Perusahaan-perusahaan beli-sekarang-bayar-nanti ini telah mendapat manfaat dari peralihan ke belanja online selama krisis virus corona di negara-negara termasuk AS. Subsidi negara untuk mendongrak ekonomi juga telah meningkatkan penjualan ritel.
Beberapa investor sekarang meyakini bahwa konsumen akan menghindari toko fisik karena kasus virus corona meningkat lagi di beberapa negara di seluruh dunia. Tetapi pembengkakan jumlah pelanggan di layanan pembiayaan mikro ini juga dapat meningkatkan kredit macet, terutama di antara pengguna pertama kali yang lebih cenderung default.
Ketika pengangguran meningkat dan bantuan pemerintah surut, model bisnis seperti ini akan menghadapi ujian nyata pertamanya dalam resesi. "Banyak yang masih mengkhawatirkan virus gelombang kedua dan pemerintah tetap berusaha meningkatkan permintaan," kata Andrew Mitchell dari Ophir Asset Management seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Kasus corona di AS melesat, emas kian menyilaukan
Sementara perpindahan ke belanja online sedang berlangsung sebelum pandemi. Pergeseran tersebut telah dipercepat dengan penguncian. Afterpay misalnya mendaftarkan lebih dari satu juta pelanggan aktif baru di AS antara Maret dan awal Mei. Itu menjadikan basis keseluruhan pelanggan aktif menjadi 9 juta.
Sementara itu para pengecer yang ingin barangnya laku juga menjadi lebih mudah menerima kemitraan dengan perusahaan-perusahaan seperti. Klarna, perusahaan fintech terbesar di Eropa mengaku sejak Maret pertanyaan dari pengecer yang mungkin ingin bermitra dengannya melonjak 20%.
Dengan 7,9 juta pelanggan AS, Klarna asal Swedia itu telah bekerjasama dengan produsen perlengkapan outdoor The North Face, layanan streaming Disney dan pengecer kosmetik Sephora.
"Sebagian besar pertumbuhan berasal dari sektor dengan margin lebih tinggi seperti fesyen pakaian dan kebugaran," ujar Puneet Dikshit, mitra McKinsey di New York.
Pandemi memaksa sebagian besar perusahaan untuk memperketat pengaturan risiko mereka, yang dapat menaikkan tingkat penolakan pinjaman. Tapi Afterpay, Klarna, Zip dan Sezzle menolak untuk membeberkan angka-angka spesifik.