Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Proyek HSR kedua negara sempat jadi polemik di Malaysia. Di era Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang sudah mengundurkan diri pada Februari 2020 lalu, berusaha untuk membatalkan kesepakatan HSR.
Alasan Mahathir saat itu, Malaysia masih harus bergulat dengan utang yang menggunung.
Pemerintah Malaysia masih terbebani pembayaran utang sebesar lebih dari 1 triliun ringgit atau sekitar US$ 249 miliar. Mahathir berujar, Malaysia harus membayar biaya 110 miliar ringgit untuk membiayai proyek HSR.
Biaya yang harus dikeluarkan Malaysia lebih besar karena lebih banyak lintasan kereta cepat berada di negaranya. Sementara keuntungan untuk Malaysia dinilai kurang sepadan.
"Kedua negara akan mematuhi kewajiban masing-masing, dan sekarang akan melanjutkan tindakan yang diperlukan, akibat penghentian Perjanjian HSR ini," kata pernyataan bersama kedua negara tersebut.
Sementara di Tanah Air, Pemerintah Indonesia berupaya keras menyelamatkan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung agar tidak mengkrak.
Baca Juga: Soroti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, ini catatan MTI
Sebagai rencana menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Padahal sebelumnya, Jokowi beberapa kali tegas berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk mega proyek tersebut.
Selain berjanji tidak akan menggunakan uang rakyat, Presiden Jokowi juga berjanji bahwa proyek Indonesia-China tersebut tidak dijamin pemerintah. Meski belakangan Jokowi akhirnya menganulir janjinya tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beda dari Jokowi, Malaysia Pilih Batalkan Proyek Kereta Cepat meski Merugi"
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris