kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Malaysia batalkan proyek kereta cepat meski rugi besar, beda dengan Jokowi


Senin, 11 Oktober 2021 / 09:40 WIB
Malaysia batalkan proyek kereta cepat meski rugi besar, beda dengan Jokowi
ILUSTRASI. Malaysia juga menjadi salah satu negara ASEAN yang sudah membangun infrastruktur kereta cepat, namun belakangan proyek tersebut dihentikan. REUTERS/Lim Huey Teng


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah besar tengah menerpa proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Tak pelak, proyek ini menjadi sasaran kritikan publik Tanah Air. 

Adapun masalah yang menerpa mega proyek kerja sama antara Indonesia dan China tersebut, antara lain BUMN yang dilibatkan dalam proyek tersebut tengah mengalami masalah keuangan dan terlilit utang. Kondisi keuangan perusahaan negara semakin tak menentu di tengah pandemi Covid-19.  

Belum lagi, nilai proyek pun juga membengkak dari perencanaan awalnya sebesar Rp 86,5 triliun melonjak menjadi Rp 114,24 triliun, atau naik sebesar Rp 27,74 triliun.  

Masalah lainnya, proyek tersebut terancam mangkrak, sehingga Pemerintah Indonesia akhirnya membuka peluang pendanaan APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) ke PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.  

Perbandingan dengan Malaysia 

Ambisi membangun kereta cepat di Asia Tenggara sebenarnya bukan hanya milik Indonesia. Malaysia juga menjadi salah satu negara ASEAN yang sudah membangun infrastruktur kereta cepat, namun belakangan proyek tersebut dihentikan. 

Lantaran beberapa infrastruktur sudah terlanjur terbangun, Malaysia sampai harus menanggung kerugian serta membayar kompensasi ke Singapura, negara tetangga sekaligus mitra dalam proyek Kuala Lumpur-Singapore High Speed Rail (HSR).  

Baca Juga: Pemerintah kucurkan APBN di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, begini respon KCIC

HRS merupakan proyek besar yang dijalankan bersama dua Negeri Jiran tersebut yang mengoneksikan ibu kota Kuala Lumpur dengan kawasan Jurong di Singapura. Proyek HRS tersebut bakal memakan investasi sebesar US$ 25 miliar atau sekitar Rp 352,89 triliun. Saat kesepakatan itu, Malaysia dimpimpin oleh PM Najib Razak.  

Dari kajian hingga pembangunan beberapa infrastruktur pendukung hingga proyek akhirnya dibatalkan, Malaysia sudah mengeluarkan anggaran cukup besar. Pihak Singapura sendiri meminta Malaysia membayar kompensasi atas sejumlah kegiatan konstruksi yang telah berjalan. 

Malaysia diketahui harus membayar biaya kompensasi sebesar Rp 1,1 triliun ke Singapura.  

Baca Juga: Apa penyebab anggaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak Rp 27 triliun?

Singapura juga diketahui sudah terlanjur membangun infrastruktur HSR di Jurong. Kini proyek tersebut mangkrak setelah Malaysia memilih membatalkan proyek HSR.  

Dalam pernyataannya resminya, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, mengatakan untuk sementara waktu proyek tersebut dibatalkan karena pandemi Covid-19. 

"Terkait dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Malaysia, pemerintah Malaysia telah mengajukan beberapa perubahan pada proyek HSR," kata Muhyiddin Yassin dikutip dari Channelnewsasia, Senin (11/10/2021).  

"Kedua negara tetap berkomitmen untuk menjaga hubungan bilateral yang baik, bekerja sama dengan erat di berbagai sektor, termasuk memperkuat konektivitas antar-kedua negara," lanjut dia. 

Sementara itu dikutip dari Bloomberg, dampak pandemi Covid-19 membuat sejumlah kesepakatan kedua negara harus mengalami beberapa perubahan yang membuat kedua negara sepakat menghentikan kerja sama pembangunan HSR.  

Pengumuman penghentian kerja sama bertepatan dengan berakhirnya tahun 2020 atau baru diumumkan secara resmi pada 31 Desember 2020 lalu. 

Proyek tersebut bermula dari inisiasi kedua negara untuk mengembangkan kawasan yang dilalui proyek HSR. Sempat jadi perdebatan publik, kedua negara sepakat patungan untuk mulai membangun kereta cepat pada tahun 2013 lalu. 

Total panjang lintasan rel kereta cepat dari Kuala Lumpur hingga Jurong mencapai 218 mil atau 350 kilometer. Dengan adanya kereta cepat, waktu tempuh dari Kuala Lumpur hingga ke Singapura bisa dipangkas hanya menjadi sekitar 90 menit. 

Baca Juga: Triliunan Rupiah Dana APBN Mengalir di Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung

Bandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi atau bus yang memakan waktu lebih dari 4 jam. Dari Kuala Lumpur menuju Singapura juga sudah terkoneksi dengan banyaknya penerbangan yang hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam, namun itu belum termasuk waktu untuk check-in, pemeriksaan imigrasi, dan perjalanan menuju ke bandara.  

Jika terealisasi, maka proyek kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura ini bakal beroperasi pada tahun 2026. Sebelumnya, pihak Malaysia sendiri sudah mengusulkan sejumlah skema perubahan kepada pemerintah Singapura, terutama terkait desain stasiun, struktur proyek, dan memajukan penyelesaian proyek dua tahun lebih cepat. 

Menurut pemerintah Malaysia, dengan proyek HSR yang dipercepat, akan mengurangi dampak negatif dari kemerosotan ekonomi selama pandemi. 

Menteri Ekonomi Malaysia Mustapa Mohamed dalam pernyataan terpisah, mengatakan kalau pemerintah Kuala Lumpur juga ingin memungkinkan opsi pembiayaan yang lebih fleksibel, termasuk pembayaran yang ditangguhkan dan kemitraan publik-swasta. 

Baca Juga: Soal proyek KCIC didanai APBN, Indef menilai pemerintah tidak konsisten

Proyek HSR kedua negara sempat jadi polemik di Malaysia. Di era Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang sudah mengundurkan diri pada Februari 2020 lalu, berusaha untuk membatalkan kesepakatan HSR. 

Alasan Mahathir saat itu, Malaysia masih harus bergulat dengan utang yang menggunung. 

Pemerintah Malaysia masih terbebani pembayaran utang sebesar lebih dari 1 triliun ringgit atau sekitar US$ 249 miliar. Mahathir berujar, Malaysia harus membayar biaya 110 miliar ringgit untuk membiayai proyek HSR. 

Biaya yang harus dikeluarkan Malaysia lebih besar karena lebih banyak lintasan kereta cepat berada di negaranya. Sementara keuntungan untuk Malaysia dinilai kurang sepadan. 

"Kedua negara akan mematuhi kewajiban masing-masing, dan sekarang akan melanjutkan tindakan yang diperlukan, akibat penghentian Perjanjian HSR ini," kata pernyataan bersama kedua negara tersebut. 

Sementara di Tanah Air, Pemerintah Indonesia berupaya keras menyelamatkan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung agar tidak mengkrak.  

Baca Juga: Soroti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, ini catatan MTI

Sebagai rencana menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. 

Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung. 
Padahal sebelumnya, Jokowi beberapa kali tegas berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk mega proyek tersebut. 

Selain berjanji tidak akan menggunakan uang rakyat, Presiden Jokowi juga berjanji bahwa proyek Indonesia-China tersebut tidak dijamin pemerintah. Meski belakangan Jokowi akhirnya menganulir janjinya tersebut. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beda dari Jokowi, Malaysia Pilih Batalkan Proyek Kereta Cepat meski Merugi"
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris

Selanjutnya: Pimpin konsorsium BUMN proyek kereta cepat, PT KAI akan disuntik PMN Rp 4,3 triliun



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×