kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.175.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.791   21,00   0,13%
  • IDX 8.071   30,45   0,38%
  • KOMPAS100 1.118   3,52   0,32%
  • LQ45 800   4,01   0,50%
  • ISSI 281   1,47   0,53%
  • IDX30 420   2,09   0,50%
  • IDXHIDIV20 480   0,03   0,01%
  • IDX80 123   0,86   0,70%
  • IDXV30 134   0,23   0,18%
  • IDXQ30 133   0,16   0,12%

Mantan CEO Google Kritik Kerja Fleksibel, Sebut Bisa Hambat Daya Saing Teknologi


Jumat, 26 September 2025 / 12:53 WIB
Mantan CEO Google Kritik Kerja Fleksibel, Sebut Bisa Hambat Daya Saing Teknologi
Ketua Eksekutif Google Eric Schmidt menyampaikan pidato kepada dewan ekonomi partai Uni Kristen Demokrat (CDU) di Berlin, Jerman, 9 Juni 2015. Mantan CEO Google, Eric Schmidt, kembali melontarkan pandangan kritis soal sistem kerja fleksibel yang dinilainya dapat menghambat pembelajaran.


Sumber: Business Insider | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan CEO Google, Eric Schmidt, kembali melontarkan pandangan kritis soal sistem kerja fleksibel. Menurutnya, bekerja dari rumah dapat menghambat pembelajaran, kolaborasi, sekaligus melemahkan daya saing di sektor teknologi.

Dalam pernyataannya di All-In Summit awal September, Schmidt menegaskan bahwa kerja jarak jauh tidak bisa sepenuhnya menggantikan pengalaman belajar langsung di kantor. 

“Bayangkan seseorang berusia 20-an yang harus belajar bagaimana dunia bekerja. Saya banyak belajar di awal karier dari mendengarkan perdebatan rekan senior,” ujarnya dalam acara yang kemudian ditayangkan di podcast All-In.

Baca Juga: Eropa Buktikan Daya Saing Teknologi, DataSnipper Capai Status Unicorn

Schmidt menambahkan bahwa kerja fleksibel mungkin sesuai untuk birokrasi pemerintahan, tetapi berbeda dengan industri teknologi yang penuh kompetisi global. “Jika ingin berkecimpung di dunia teknologi dan ingin menang, Anda harus membuat kompromi,” katanya.

Mantan pucuk pimpinan Google selama satu dekade itu menyinggung persaingan ketat Amerika Serikat dengan China. 

Ia menilai budaya kerja keras di Negeri Tirai Bambu, yang dikenal dengan sistem “996” (bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam, enam hari seminggu), tetap menjadi tantangan meski dinyatakan ilegal. 

“Itulah pesaing Anda,” ujar Schmidt.

Komentar keras Schmidt sempat memicu kontroversi. Tahun lalu, ia menilai Google, yang kini bernama Alphabet, tertinggal dalam persaingan kecerdasan buatan (AI) karena terlalu menekankan keseimbangan kerja dan kehidupan. 

Baca Juga: Produktivitas Nasional Rendah, Daya Saing Industri Tertekan

Ia bahkan menyebut startup seperti OpenAI dan Anthropic bisa lebih maju karena karyawannya “bekerja lebih keras.” 

Namun, pernyataannya itu kemudian ditarik kembali. “Eric salah bicara dan menyesali ucapannya,” tulis juru bicara Schmidt dalam klarifikasi kepada Business Insider.

Schmidt bukan satu-satunya tokoh teknologi yang mengkritik kerja fleksibel. CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, juga pernah menilai kebijakan kerja jarak jauh pegawai federal AS tidak adil. 

Menurutnya, ketika sebagian besar pekerja harus hadir langsung untuk menghasilkan produk dan layanan, pegawai pemerintah tidak seharusnya bekerja dari rumah. 

Baca Juga: Duh, Daya Saing Indonesia versi IMD WCR Turun 13 Peringkat

“Berpura-pura bekerja sambil menerima uang pembayar pajak tidak bisa diterima,” tulis Musk di platform X.

Kritik itu ditanggapi balik oleh serikat pekerja pemerintah federal. Randy Erwin, Presiden Federasi Nasional Pegawai Federal, menilai Musk tidak memahami realitas kerja birokrasi. 

“Terus terang, saya rasa dia tidak peduli,” katanya. 

Selanjutnya: Komisi XI DPR Dukung Langkah Menkeu Kejar 200 Penunggak Pajak Terbesar

Menarik Dibaca: Nikmati Paket Berdua Cuma Rp 60.000 di Promo Ichiban Sushi Hemato Mantap Senin-Jumat




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×