kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mantan Perdana Menteri Thailand dan penasihat Raja Bhumibol tutup usia


Minggu, 26 Mei 2019 / 16:56 WIB
Mantan Perdana Menteri Thailand dan penasihat Raja Bhumibol tutup usia


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Mantan Perdana Menteri Thailand yang juga penasihat kerajaan Jenderal Prem Tinsulanonda meninggal pada Minggu pagi di usia 98 tahun di rumah sakit di Bangkok. Media setempat melaporkan bahwa mantan jenderal tersebut tutup usia karena penyakit gagal jantung.

Selama hidupnya, Prem dikenal sebagai pengikut setia Raja Bhumibol Adulyadej yang mangkat pada 2016. Prem diangkat menjadi kepala Dewan Privy Kerajaan Thailand pada tahun 1998, dan telah memegang posisi itu selama dua dekade terakhir.

Setelah kematian Bhumibol, ia telah mengisi posisi penting itu selama tujuh dekade. Ia juga adalah bupati sementara setelah Raja Maha Vajiralongkorn menunda naik tahta sebagai raja untuk memperingati kematian ayahnya.

Pengamat politik menggambarkan negarawan tua itu sebagai sosok yang luar biasa dalam politik Thailand.

“Dia adalah salah satu kekuatan pendorong di belakang peran militer dalam politik Thailand. Kematiannya menandakan era baru dalam politik Thailand, tidak ada orang lain yang memiliki karisma atau pengaruh politik semacam itu, kata Titipol Phakdeewanich, dosen jurusan politik di Universitas Ubon Ratchathani, mengutip South China Morning Post, Minggu (26/5),

Prem sempat terlihat hadir di depan umum pada awal bulan ini ketika menghadiri pernikahan Raja Vajiralongkorn dengan Ratu Suthida, dan upacara penobatan raja agung di beberapa hari kemudian. Sebulan sebelumnya mengadakan pertemuan anggota pemerintah militer yang berkuasa.

Prem lahir pada 1920 di provinsi Songkhla, Thailand selatan, tempat ia bergabung dengan militer sejak usia dini. Dia ikut bertempur dalam perang singkat di Thailand dengan Perancis atas perebutan wilayah Kamboja, dan kemudian menjalani pelatihan di Amerika Serikat.

Pada tahun 1980, Prem berhenti bertugas di bidang militer dan memilih menjadi Perdana Menteri Thailand. Masa jabatannya selama delapan tahun dan dipandang oleh para sejarawan sebagai salah satu periode paling stabil dalam sejarah kerajaan meskipun terjadi 19 kudeta militer.

Selama menjabat jabatan perdana Menteri pada 1980-1988, ia selamat dari dua kudeta yang gagal. Meski sudah tidak menjadi Perdana Menteri, ia tetap tokoh penting yang sering dimintai sarannya oleh pemerintah militer maupun sipil.

"Pernyataannya sering digunakan untuk menyampaikan pesan tentang arah negara yang harus dituju. Ketika militer dalam kesulitan, mereka selalu menggunakan Jenderal Prem untuk meminta saran, dan ini melemahkan posisi militer dalam politik Thailand", tutup Titipol.




TERBARU

[X]
×