Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPORE. Saham Grab Holdings Ltd. mengalami penurunan terbesar dalam lebih dari 1 tahun terakhir setelah perusahaan pemesanan kendaraan dan pengantaran makanan di Asia Tenggara ini melaporkan perlambatan pengeluaran karena pelanggan yang bergulat dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi dan kenaikan suku bunga.
Meskipun perusahaan yang berbasis di Singapura ini melaporkan kerugian kuartalan yang lebih kecil, perusahaan ini mengatakan bahwa nilai barang dagangan kotornya hanya tumbuh 3% dalam periode Januari-Maret menjadi US$ 4,96 miliar.
Angka tersebut turun dari 24% secara tahunan (YoY) dibandingkan tahun 2022 lalu dan meleset dari perkiraan analis yang menaksir sebesar US$ 5,22 miliar. Saham yang terdaftar di AS ditutup 15% lebih rendah pada US$ 2,75 pada hari Kamis, ini adalah penurunan terbesar sejak Maret 2022.
Pertumbuhan pengguna jasa layanan ini juga melambat karena persaingan di pasar pemesanan kendaraan dan pengiriman di Asia Tenggara semakin ketat, dengan para pesaing yang memikat pelanggan dengan promosi dan harga yang lebih rendah.
Grab juga lebih lambat dalam mengurangi biaya dibandingkan para pesaing regionalnya yakni ketika Sea Ltd. dari Singapura dan GoTo Group dari Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya tahun lalu, namun Grab menahan diri untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Baca Juga: Grab Naikkan Biaya Platform Mulai 5 Mei 2023
Setelah bertahun-tahun mengalami kerugian, Grab telah memprediksi akan mencapai titik impas pada kuartal terakhir tahun ini. Namun, secara laba bersih, perusahaan ini masih jauh dari profitabilitas. Pada kuartal pertama 2023, kerugian bersihnya menyempit menjadi US$ 244 juta dari US$ 423 juta pada tahun 2022 sebelumnya.
Seperti perusahaan sejenisnya, Grab berusaha meyakinkan para investor tentang prospek pendapatan jangka panjangnya bahkan ketika pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, kenaikan biaya dan persaingan yang ketat membebani margin di pasar Asia Tenggara di mana konsumen memiliki daya beli yang terbatas. Sea pada hari Selasa melaporkan pendapatan yang meleset dari estimasi sementara kerugian bersih di GoTo Group Indonesia melebihi US$ 250 juta.
Kerugian Grab yang disesuaikan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi pada kuartal pertama menyempit menjadi US$ 66 juta. Angka tersebut lebih kecil dari perkiraan analis yang memperkirakan kerugian sebesar US$ 118 juta.
Atas dasar itu, Grab memperkirakan kerugian tahunan hanya sebesar US$ 195 juta, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar US$ 275 juta. Pendapatan kuartalan meningkat lebih dari dua kali lipat dan melampaui estimasi.
Pendapatan dari segmen pengantaran Grab meningkat tiga kali lipat menjadi $275 juta. Penjualan di segmen mobilitas naik 72% menjadi U$ 194 juta, sementara pendapatan dari unit layanan keuangan naik lebih dari tiga kali lipat menjadi US$ 38 juta.
Menurut Bloomberg, peningkatan marjin EBITDA Grab selama lima kuartal berturut-turut menunjukkan bahwa Grab berada di jalur yang tepat untuk mencapai titik impas pada kuartal keempat.
Pengurangan belanja insentif lebih lanjut, atau menargetkannya pada pembelanja aktif, akan meningkatkan pendapatan yang diperoleh per dolar dari nilai barang dagangan bruto (GMV) tanpa mengorbankan retensi pengguna, namun hal tersebut kemungkinan akan mengorbankan pertumbuhan GMV