Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Warren Buffett dikenal sebagai salah satu investor paling sukses sepanjang masa, dengan reputasi tajam dalam memilih saham dan membangun portofolio jangka panjang.
Mengutip financialexpress, kekayaannya kini diperkirakan mencapai US$140 miliar atau sekitar Rp12.000 triliun. Namun, di balik portofolio raksasa yang dimilikinya, ada satu hal yang unik — Buffett tidak memiliki investasi di emas.
Mengapa Buffett Menghindari Emas?
Buffett secara konsisten menolak emas sebagai bagian dari strategi investasinya. Baginya, emas adalah aset non-produktif. Dalam surat kepada pemegang saham tahun 2011, ia menyebutkan bahwa emas “tidak banyak berguna dan tidak produktif”.
Ia mengakui bahwa emas memiliki nilai sebagai perhiasan dan sedikit kegunaan industri, tetapi menurutnya hal itu tidak cukup untuk menjadikannya investasi jangka panjang yang menarik.
Baca Juga: 5 Aturan Matematika yang Menjadikan Warren Buffett Seorang Miliarder
Satu-satunya keterlibatan Buffett di sektor emas adalah investasi singkat di Barrick Gold, sebuah perusahaan tambang emas, yang ia lepas hanya dalam waktu enam bulan. Bahkan, keputusan tersebut kemungkinan besar bukan keputusannya langsung, melainkan dari manajer investasi internal Berkshire Hathaway.
Perbandingan Emas dan Aset Produktif
Buffett kerap membandingkan emas dengan aset produktif seperti lahan pertanian atau bisnis. Menurutnya, aset produktif dapat menghasilkan arus kas atau keuntungan berkelanjutan, sementara emas hanya diam di tempat.
Ia pernah menyatakan, "Jika Anda memiliki satu ons emas selamanya, pada akhirnya Anda tetap hanya memiliki satu ons emas."
Pada 2009, ketika harga emas berada di sekitar US$1.000 per ons, Buffett ditanya prediksinya lima tahun ke depan. Jawabannya terkenal tajam: “It won’t do anything, except look at you.” — dan benar saja, setelah sempat naik ke US$1.800, harga emas jatuh kembali ke US$1.000 pada 2014.
Apakah Buffett Salah? Fakta Pergerakan Emas 2011–2025
Pada 2011, harga emas berada di kisaran US$1.750 per ons. Kini, harganya telah naik menjadi sekitar US$3.350. Meski terlihat meningkat dua kali lipat dalam 14 tahun, tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) emas hanya sekitar 5%, jauh di bawah pasar saham AS yang tumbuh di atas 14% CAGR pada periode yang sama.
Kinerja ini membuktikan pandangan Buffett bahwa emas kalah menarik dibandingkan aset produktif. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa investor emas saat ini tengah menikmati “momen emas” mereka, terutama sejak 2020, ketika harga naik lebih dari 90% dalam lima tahun terakhir.
Baca Juga: Warren Buffett Keluarkan Peringatan Keras kepada Wall Street, Apa Katanya?
Emas dan Faktor “Fear” Menurut Buffett
Buffett berpendapat bahwa kenaikan harga emas sering kali didorong oleh ketakutan — baik ketakutan terhadap inflasi, ketidakstabilan mata uang, maupun ketidakpastian geopolitik.
Menurutnya, orang membeli emas bukan karena emas itu sendiri menghasilkan nilai, tetapi karena keyakinan bahwa semakin banyak orang takut, maka permintaan emas akan meningkat. Fenomena ini menciptakan efek “ikut-ikutan” atau bandwagon di pasar.
Contoh terkini adalah pelemahan dolar AS yang turun sekitar 4% sepanjang 2025. Dengan utang pemerintah AS yang mencapai US$36,93 triliun dan beban bunga yang sudah menembus US$1,02 triliun tahun ini, ditambah penurunan peringkat kredit oleh Moody’s, pasar menjadi lebih cemas. Karena emas diperdagangkan dalam dolar, pelemahan dolar mendorong harga emas naik.