Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang potensi shutdown pemerintah Amerika Serikat dalam tiga hari ke depan, kelompok advokasi Protect Democracy memperingatkan bahwa sekitar US$8 miliar dana untuk kesehatan dan pendidikan berisiko tidak digunakan.
Dana tersebut sudah disetujui oleh Kongres, tetapi masih tertahan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.
Kondisi ini menunjukkan bagaimana Gedung Putih, dalam upaya merombak birokrasi, mengabaikan kesepakatan yang dibuat bersama Kongres. Padahal, berdasarkan Konstitusi AS, kewenangan penganggaran berada di tangan legislatif.
Kongres Desak Dana Segera Dicairkan
Situasi ini juga menjadi perhatian anggota parlemen. Ketua Komite Appropriations Senat, Susan Collins (Republik, Maine), bersama Cory Booker (Demokrat, New Jersey), telah mengirimkan surat kepada pemerintah agar dana yang dialokasikan tidak dipangkas, melainkan dicairkan sesuai rencana.
Dana tersebut antara lain mencakup 21 program pertukaran pendidikan dan budaya Kementerian Luar Negeri yang sebelumnya sudah disahkan Trump sendiri pada Maret lalu.
Baca Juga: AS di Ambang Shutdown, Trump Siap Negosiasi dengan Pimpinan Kongres
Analisis Protect Democracy: Dana Vital Tertahan
Menurut analisis Protect Democracy berdasarkan data pemerintah, sebagian besar dana penting masih belum tersalurkan:
-
US$2,6 miliar (62%) untuk program penanggulangan penyalahgunaan zat di bawah Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA) belum dicairkan kepada penerima hibah. Dana ini seharusnya mendukung pencegahan, perawatan, dan pemulihan kecanduan alkohol serta narkoba.
-
US$2,59 miliar (82%) untuk program dukungan pendidikan tinggi di Departemen Pendidikan juga belum disalurkan. Dana tersebut ditujukan bagi perguruan tinggi komunitas, organisasi nonprofit, dan sekolah untuk membantu pendaftaran mahasiswa berpenghasilan rendah maupun generasi pertama.
Jika hingga akhir tahun fiskal pada Selasa depan dana ini tidak dikomitmenkan, maka dana tersebut akan masuk ke “limbo” selama lima tahun sebelum akhirnya dapat dibatalkan dan dikembalikan ke kas negara.
Kritik dari Tokoh Publik dan Legislator
Libby Jones, Direktur Program Overdose Prevention Initiative di Global Health Advocacy Incubator, menegaskan keterlambatan ini berbahaya.
“Dana ini adalah penyelamat bagi komunitas yang berada di garis depan krisis overdosis. Setiap hari keterlambatan berarti sistem layanan yang sudah terbatas harus bekerja lebih keras,” ujarnya.
Senator Tammy Baldwin (Demokrat, Wisconsin) juga mengkritik langkah Gedung Putih: “Ini bukan cara menjalankan pemerintahan. Paling baik, miliaran dolar pajak rakyat terlambat keluar; paling buruk, pemerintahan Trump secara ilegal menahan dana.”
Alasan Eksekutif dan Ketegangan Politik
Pemerintah beralasan bahwa beberapa dana, seperti untuk program Kementerian Luar Negeri, memang tidak memiliki batas waktu penggunaan. Namun, pihak Gedung Putih tidak memastikan apakah dana tersebut akan dicairkan tahun ini.
Sejak awal masa jabatan, Trump sering menantang otoritas anggaran Kongres dengan membekukan dana, mengajukan pemotongan di tengah tahun, dan menunda pencairan.
Baca Juga: Gedung Putih Siapkan Rencana PHK Massal Jelang Shutdown Pemerintah AS
Menurut Cerin Lindgrensavage, pengacara Protect Democracy, strategi ini memungkinkan Gedung Putih melakukan “pemotongan terselubung” tanpa melalui perdebatan legislatif.
Dampak pada Negosiasi Anggaran
Strategi Trump menahan dana memperkeruh negosiasi anggaran di Kongres. Sementara Republik lebih fokus menyalahkan Demokrat atas potensi shutdown, Senat Demokrat berusaha menggunakan leverage politik untuk menekan perbaikan layanan kesehatan dalam perundingan.
Sebagian Demokrat juga mendorong agar ada perlindungan dana di tahun depan, termasuk perpanjangan masa pakai dana yang belum dibelanjakan, demi mencegah campur tangan eksekutif.
Dr. Casey Burgat, Direktur Program Legislative Affairs di George Washington University, memperingatkan:
“Jika presiden dibiarkan mengabaikan kehendak Kongres dalam anggaran, itu bisa menjadi preseden berbahaya. Kekuasaan semacam itu tidak pernah dimaksudkan untuk dimiliki presiden.”