Reporter: Dyah Megasari |
ANKARA. Presiden Mesir mengumumkan berlaku keadaan darurat di seluruh negeri selama satu bulan. Pernyataan yang dikeluarkan kantor Presiden Adly Mansour menyebutkan dalam situasi ini militer akan membantu polisi memulihkan ketertiban, melindungi berbagai fasilitas milik negara, dan melindungi warga sipil.
Pengumuman melalui siaran televisi nasional dikeluarkan ketika aksi protes dan bentrok makin meluas. Para pendukung Mohammed Morsi, presiden yang digulingkan militer pada 3 Juli, menutup sejumlah jalan di kota terbesar kedua, Iskandariyah.
Di Fayoum, di selatan ibukota Kairo, kelompok pendukung Morsi dilaporkan menyerbu dua gereja dan mencoba memasuki gedung pemerintah di Suez. Aksi protes juga pecah di Aswan dan di sejumlah kota.
Kekerasan hari Rabu (14/08) berawal dari tindakan aparat keamanan yang didukung kendaraan lapis baja, buldoser, dan helikopter membubarkan secara paksa aksi protes para pendukung Morsi di dua kamp di Kairo.
Jumlah korban tewas simpang siur
Hingga Rabu sore waktu setempat angka korban tewas masih simpang siur. Ikhwanul Muslimin, organisasi asal Morsi, mengatakan ratusan orang tewas. Sedangkan jumlah korban luka tak terhitung.
Wartawan BBC di dekat Masjid Rabaa al-Adawiya, salah satu pusat konsentrasi massa, mengatakan ia melihat sendiri setidaknya 50 jenazah di dua rumah sakit darurat.
Menurutnya, jumlah korban luka terlalu banyak untuk dihitung. Departemen Kesehatan mengatakan korban meninggal di seluruh Mesir mencapai 59 jiwa, termasuk korban di Kairo.
Kawasan di sekitar Masjid Rabaa al-Adawiya sudah ditutup aparat keamanan namun bentrokan baru terjadi di sejumlah jalan tak jauh dari mesjid, dipicu oleh aksi pemrotes yang ingin masuk ke daerah di sekitar mesjid.
Reaksi internasional
Kekerasan di Mesir sepanjang hari Rabu membuat sejumlah negara mengeluarkan pernyataan. Pemerintah Turki menyebut tindakan aparat Mesir di Kairo sebagai pembantaian.
Istanbul menilai penggunaan senjata dan kekerasan untuk melawan demonstran sama sekali tidak bisa diterima. "Tindakan aparat keamanan adalah pukulan serius bagi upaya mengembalikan demokrasi di Mesir," kata PM Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Iran melontarkan pernyataan pedas bahwa Mesir makin dekat ke jurang perang saudara. Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengutuk keras tindakan aparat keamanan dan menyesalkan pemerintah Mesir karena memilih menggunakan cara-cara kekerasan dalam menangani krisis politik. Uni Eropa sementara itu mendesak pemerintah untuk menahan diri.