Sumber: Reuters | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - CALIFORNIA. Perusahaan media sosial Meta Platforms Inc mencatat biaya sekali bayar hampir US$ 16 miliar sekitar Rp 256 triliun) pada kuartal ketiga tahun ini. Biaya tersebut untuk program Big Beautiful Bill kebijakan baru pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Jika tidak memperhitungkan biaya tersebut, laba bersih Meta sebenarnya meningkat menjadi US$ 18,64 miliar, dibandingkan dengan laba bersih yang dilaporkan sebesar US$ 2,71 miliar.
Perusahaan juga memperkirakan belanja modal (capital expenditure) tahun 2025 akan mencapai US$ 70 miliar–US$ 72 miliar, naik dari perkiraan sebelumnya US$ 66 miliar–US$ 72 miliar.
Baca Juga: Krisis Chip Jadi Ancaman Produksi Mobil Global
"Saat kami mulai menyusun rencana untuk tahun depan, terlihat jelas kebutuhan komputasi kami terus meningkat pesat,” kata Susan Li, Chief Financial Officer (CFO) Meta. Dia menyebut, akan berinvestasi besar-besaran, baik untuk membangun infrastruktur sendiri maupun menyewa dari penyedia cloud pihak ketiga.
Li menambahkan, kenaikan biaya terbesar kedua tahun depan akan berasal dari gaji karyawan, terutama untuk tenaga ahli kecerdasan buatan (AI) yang direkrut sepanjang 2025.
Dengan lebih dari 3 miliar pengguna aktif, Meta masih menikmati arus pendapatan iklan yang kuat. Platform periklanannya yang didukung AI membantu pengiklan mengotomatisasi kampanye, meningkatkan kualitas video iklan, serta membuat gambar persona berbasis target pelanggan.
Meta juga mulai menayangkan iklan di WhatsApp dan Threads, bersaing langsung dengan X (milik Elon Musk), sementara fitur Reels di Instagram terus bersaing dengan TikTok dan YouTube Shorts di pasar video pendek.
Meta kini fokus besar pada pengembangan kecerdasan buatan tingkat tinggi (superintelligence) kemampuan mesin berpikir lebih cerdas dari manusia.
Pada Juni lalu, perusahaan membentuk divisi baru bernama Superintelligence Labs untuk mengonsolidasikan proyek AI-nya setelah beberapa eksekutif senior mundur dan model Llama 4 mendapat tanggapan yang kurang baik.
CEO Mark Zuckerberg secara pribadi memimpin perekrutan besar-besaran talenta AI dan mengatakan perusahaan akan mengeluarkan ratusan miliar dolar untuk membangun pusat data raksasa demi pengembangan AI superintelligence. Meta saat ini menjadi salah satu pembeli terbesar chip AI Nvidia di dunia.
Pekan lalu, Meta juga menandatangani perjanjian pendanaan senilai US$ 27 miliar dengan Blue Owl Capital, kesepakatan swasta terbesar dalam sejarah Meta untuk mendanai proyek pusat data Hyperion di Louisiana, AS.
Baca Juga: Pernyataan Hasil FOMC Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) 29 Oktober 2025
Namun, Meta memangkas sekitar 600 karyawan dari divisi AI guna mempercepat pengambilan keputusan dan memperjelas tanggung jawab tiap peran.
Investasi besar-besaran Meta di bidang AI menciptakan tekanan biaya yang besar, meski diharapkan akan menghasilkan pertumbuhan jangka panjang.
Menurut perkiraan Morgan Stanley, lima raksasa teknologi dunia, Alphabet, Amazon, Meta, Microsoft, dan CoreWeave akan menghabiskan total US$ 400 miliar tahun ini untuk infrastruktur AI.
Investasi besar di tengah ketidakpastian ekonomi ini memunculkan kekhawatiran terjadinya gelembung AI, di mana perusahaan-perusahaan teknologi berlomba-lomba berinvestasi tanpa hasil nyata. Para CEO kini dituntut untuk segera menunjukkan hasil konkret, agar tidak kehilangan kepercayaan investor maupun jajaran direksi.













