Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Militer Amerika meyakini, pengenalan pesawat tempur Rusia ke Libya mungkin tidak akan memberikan titik keseimbangan dalam perang saudara yang macet, melainkan dapat membantu Moskow lebih jauh untuk mengamankan kubu geostrategis di Afrika Utara. Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat militer AS kepada Reuters.
Melansir Reuters, personil militer Rusia telah mengirimkan 14 jet tempur MiG 29 dan Su-24 ke pangkalan udara Jufra milik Tentara Nasional Libya (LNA), meskipun dibantah LNA dan anggota parlemen Rusia.
Brigadir Jenderal AS Gregory Hadfield, wakil direktur Direktorat Intelijen Komando AS untuk Afrika, mengatakan bahwa jalur penerbangan pesawat Rusia berasal dari Rusia dan melewati Iran dan Suriah sebelum akhirnya mencapai Libya.
Baca Juga: Mengenal Poseidon, senjata nuklir hari kiamat milik Rusia
Hadfield bilang, pesawat itu belum digunakan tetapi dapat menambah kemampuan baru bagi komandan Timur LNA Khalifa Haftar, yang sejauh ini gagal untuk menduduki Tripoli dalam setahun terakhir, kursi Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional.
GNA, pada gilirannya, telah menerima dukungan kritis dari Turki, termasuk serangan drone.
Tetapi Hadfield memperingatkan bahwa Moskow mungkin tidak membutuhkan kemenangan langsung bagi Haftar untuk memajukan kepentingan Rusia.
Baca Juga: Saingi Amerika, Rusia bikin pesawat pembom siluman
"Mendukung LNA dan mendukung Field Marshal Haftar, ini sebenarnya bukan tentang memenangkan perang, ini tentang membangun benteng," kata Hadfield.
AS mengungkapkan keprihatinannya jika Moskow menggunakan lokasi seperti itu untuk menembakkan rudal.
"Jika Rusia berhasil mendapatkan posisi permanen di Libya dan, lebih buruk, menyebarkan sistem rudal jarak jauh, itu akan menjadi pengubah permainan bagi Eropa, NATO dan banyak negara Barat," katanya.
Libya sekali lagi berada di ambang kekacauan selama bertahun-tahun setelah pemberontakan melawan Muammar Gaddafi pada 2011. Dengan semakin banyak senjata dan pejuang yang mengalir masuk, Libya takut akan konflik tanpa akhir yang dipicu oleh kekuatan luar.