kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Nike hadapi dugaan penganiayaan terhadap buruh di Indonesia


Kamis, 14 Juli 2011 / 09:51 WIB
Nike hadapi dugaan penganiayaan terhadap buruh di Indonesia
ILUSTRASI. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat


Reporter: Dyah Megasari, AP |

SUKABUMI. Para pekerja di perusahaan sepatu Converse Indonesia diperlakukan tidak manusiawi oleh supervisor mereka. Supervisor melemparkan sepatu pada para buruh, menampar muka mereka dan memanggil pekerja dengan sebutan anjing dan babi.

Nike, sebagai pemilik merek, mengakui bahwa pelecehan tersebut terjadi di kalangan para produsen kontraktor, tetapi perusahaan tak bisa menghentikannya.

Puluhan pekerja yang diwawancarai oleh The Associated Press dan dokumen yang dirilis Nike menyatakan selama ini perusahaan berusaha memenuhi standar yang ditetapkan dan mencoba mengakhiri ketergantungan pada tenaga kerja rodi.

Pabrik perusahaan yang dimiliki oleh Pou Chen Group ini terletak 100 kilometer atau 60 mil dari Jakarta. Pabrik telah berhenti memproduksi sepatu dengan merek Converse setelah Nike mencaplok perusahaan ini selama empat tahun terakhir.

Salah satu pekerja mengatakan dia ditendang oleh supervisor tahun lalu setelah membuat kesalahan saat memotong karet untuk sol.

"Kami tidak berdaya," ujar pekerja wanita yang diwawancara tanpa mau menyebut identitas secara jelas lantaran takut menerima balasan dari pihak terkait. "Satu-satunya pilihan adalah kami harus tinggal dan menderita atau berbicara keluar kemudian dipecat," timpal pekerja lainnya yang juga tak ingin disebut.

Perusahaan asal Taiwan ini memiliki sekitar 10.000 pekerja yang didominasi oleh perempuan. Mereka menerima bayaran 50 sen per jam, makanan dan barak untuk menginap.

Beberapa pekerja yang diwawancarai oleh AP pada Maret dan April silam mengatakan telah dipukul hingga lengannya terluka, satu orang sampai berdarah. Lainnya mengatakan bahwa mereka dipecat setelah mengajukan keluhan.

"Mereka melempar sepatu dan hal-hal lain pada kami" kata seorang perempuan 23 tahun di divisi bordir. "Mereka menggeram dan menampar kita ketika mereka marah," tuturnya.

Salah satu pekerja, Mira Agustina, 30, mengatakan dia dipecat pada tahun 2009 ketika mengajukan cuti sakit, meskipun dia memiliki surat keterangan sakit dari dokter.

"Bekerja di perusahaan itu sangat mengerikan," katanya. Ia melanjutkan, "Bos kami menggunakan kaki untuk menunjuk lalu memanggil kami dengan nama-nama seperti anjing, babi atau monyet," kata dia.

Di pabrik sepatu lainnya yaitu PT Amara yang terletak tepat di luar Jakarta, para supervisor pemegang merek Converse juga memerintahkan enam pekerja perempuan berdiri di terik matahari setelah mereka gagal memenuhi target mereka menyelesaikan 60 lusin sepatu tepat waktu.

"Mereka menangis dan baru diizinkan melanjutkan pekerjaan mereka setelah dua jam di bawah matahari," kata Ujang Suhendi, 47, seorang pekerja di bagian gudang pabrik. Supervisor telah menerima surat peringatan atas insiden Mei setelah keluhan dari serikat pekerja.

Sebenarnya, satu dekade yang lalu, Nike pernah mendapat kritik yang cukup keras karena mempekerjakan anak-anak di bawah umur untuk meningkatkan kapasitas produksinya.

Merujuk laporan internal Nike, hampir dua-pertiga dari 168 pabrik yang membuat produk-produk Converse di seluruh dunia gagal memenuhi standar yang ditetapkan Nike sebagai produsen kontrak.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×