Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Kremlin terus mencoba meyakinkan warga Rusia bahwa negaranya tidak akan terpengaruh oleh jatuhnya rubel secara tiba-tiba. Informasi saja, rubel kini telah jatuh ke level terendah sejak invasi Ukraina.
Mengutip The Telegraph, Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, menilai jatuhnya rubel sebesar 8,5% pada hari Rabu (27/11/2024) sebagai hal yang tidak relevan. Dia tampaknya mengabaikan kekhawatiran analis tentang meningkatnya biaya impor dan "kepanikan" valuta asing.
"Warga Rusia tidak akan menyadari kenaikan nilai tukar dolar karena mereka dibayar dalam rubel," katanya dengan percaya diri kepada wartawan.
Dilanda tekanan inflasi yang kuat terkait sanksi Barat dan pengeluaran Kremlin untuk perangnya yang hampir tiga tahun di Ukraina, rubel Rusia telah kehilangan 35% nilainya sejak awal Agustus.
Saat ini, rubel diperdagangkan di kisaran 114,5 terhadap dolar AS. Ini merupakan level terendah sejak Maret 2022 setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.
Minggu lalu, AS menjatuhkan sanksi tambahan pada Gazprombank, bank terbesar ketiga di Rusia. Hal ini mempersulit pembayaran luar negeri untuk gas Rusia, juga mempersulit perdagangan mata uang.
Baca Juga: Putin Beri Peringatan, Mungkinkah Serangan Nuklir Terjadi? Ini Analisa Intelijen AS
Bank sentral Rusia menanggapi jatuhnya rubel dengan menangguhkan perdagangan mata uang hingga 2025.
Analis dari BSC Financial Group yang berbasis di Rusia mengatakan bahwa jatuhnya nilai rubel menyerupai kepanikan di lingkungan yang tidak pasti.
Bagi Vladimir Putin, ekonomi Rusia yang berorientasi pada perang adalah salah satu kekhawatirannya yang paling serius.
Sanksi Barat telah membuat produk lebih mahal untuk dibeli dan penekanan pada pengeluaran militer telah memicu inflasi gaji.
Kremlin telah menawarkan bonus besar bagi para pria yang bergabung dengan tentaranya dan juga telah membayar gaji berlebih kepada para pekerja di industri persenjataannya.
Analis menyalahkan bank sentral Rusia karena meremehkan dampak sanksi Barat.
Baca Juga: Tegang! 2 Pesawat Bom AS Dicegat 2 Jet Tempur Rusia di Laut Baltik
Dmitry Pianov, wakil ketua pertama VTB, mengatakan: “Kami percaya bahwa pangsa impor konsumen dalam keranjang adalah 25%, jadi dampak ini lebih kuat. Model kami menunjukkan dampak lima kali lebih kuat daripada bank sentral.”
Bank sentral Rusia, menurut beberapa analis, berencana untuk menanggapi jatuhnya rubel dengan menaikkan suku bunga dari 21% – yang sudah menjadi level tertinggi selama setidaknya dua dekade – menjadi sekitar 25%.