Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
NEW YORK. Hasil notulensi pertemuan pimpinan The Federal Reserve pada September lalu akhirnya dirilis tadi malam. Hasilnya, diketahui bahwa sejumlah anggota The Fed yang mendukung kenaikan suku bunga mencemaskan ekonomi Amerika akan kembali jatuh ke jurang resesi jika menunggu terlalu lama.
Para anggota The Fed yang pro-hawkish juga menjelaskan, sejarah menunjukkan bank sentral AS sudah mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif selama delapan tahun terakhir.
"Sejumlah partisipan merujuk pada perjalanan sejarah saat tingkat pengangguran jatuh ke level terendah dari target normal. Mereka mengamati bahwa pengetatan kebijakan moneter dalam episode tersebut kerap diikuti dengan resesi dan melonjaknya angka pengangguran," demikian ringkasan hasil notulensi The Fed.
Hal yang dicemaskan adalah jika The Fed menunggu terlalu lama, maka bank sentral terpaksa harus menaikkan suku bunga secara agresif untuk memperlambat roda perekonomian.
Di sisi lain, FOMC tetap memutuskan untuk tidak mengerek suku bunga. Kubu dovish beralasan perekonomian AS masih mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Pada paruh pertama 2016, misalnya, tingkat Produk Domestik Bruto AS hanya sekitar 1%. Selain itu, tingkat inflasi masih diam di tempat.
Artinya, kesempatan untuk mengubah kebijakan sangat rendah.
Setidaknya, ada tiga anggota The Fed yang berbeda pendapat. Mereka berupaya agar bank sentral menyetujui kenaikan suku bunga sebesar 0,25 basis poin. Jika ini dilakukan, maka kebijakan tersebut merupakan kenaikan suku bunga kedua dalam 10 tahun terakhir.
Kubu "no" terdiri dari Esther George, Loretta Mester, dan Eric Rosengren.
Dengan tingkat pengangguran di level 5% dan inflasi mengalami kemajuan yang lambat ke level 2%, perdebatan semakin memanas mengenai kapan FOMC harus memulai kebijakan normalisasi. Sekadar informasi tambahan, bank sentral memberlakukan suku bunga acuan mendekati level nol pada akhir 2008 saat terjadi krisis finansial.
Tak hanya suku bunga rendah, The Fed juga meningkatkan neracanya dengan program pembelian kembali obligas dalam tiga ronde senilai US$ 3,7 triliun, yang kerap dikenal sebagai quantitative easing.
Keputusan untuk tidak mengerek suku bunga diambil, meskipun kubu dovish setuju bahwa pasar tenaga kerja AS sudah sangat membaik dan risiko terhadap prediksi ekonomi cukup seimbang.
Kubu dovish beralasan untuk menunggu lebih lama data-data ekonomi yang mendukung pandangan objektif Komite.
Para anggota The Fed pada pertemuan tersebut juga memangkas ekspektasi mereka untuk pertumbuhan ekonomi AS dan menurunkan prediksi kenaikan suku bunga dari ramalan Juni lalu. Proyeksi terbaru, The Fed hanya melihat kemungkinan kenaikan suku bunga sebanyak satu kali tahun ini, dua kali di 2017, dan tiga kali di masing-masing 2018 dan 2019.
Secara keseluruhan, anggota FOMC merasa ada kemajuan berarti pada perekonomian AS, meskipun mereka tetap mencemaskan investasi bisnis.
Keputusan untuk tidak menaikkan suku bunga acuan menjadi peringatan awal, karena sejumlah anggota The Fed mencemaskan kredibilitas mereka semakin menurun.