kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Oktober 2018, indeks manufaktur ASEAN menurun di bawah level ekspansi


Selasa, 06 November 2018 / 16:21 WIB
Oktober 2018, indeks manufaktur ASEAN menurun di bawah level ekspansi


Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas manufaktur regional ASEAN menurun sepanjang Oktober 2018. Data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur ASEAN yang dirilis Nikkei dan IHS Markit, PMI di wilayah ASEAN turun dari 50,5 pada bulan September 2018 menjadi 49,8 di bulan Oktober 2018.

Nikkei dalam siaran persnya, Kamis (1/11) lalu, menyebut indeks PMI ini merupakan yang terburuk dalam 15 bulan terakhir. Untuk pertama kalinya sejak Desember 2017, PMI ASEAN berada di bawah batas angka ekspansi 50,0.

"Setelah sembilan periode mengalami perbaikan kondisi bisnis, sektor manufaktur ASEAN menurun marginal pada bulan Oktober. Sebagian besar negara mengalami penurunan output dan bisnis baru, sedangkan permintaan ekspor menurun pada laju tercepat dalam kurun waktu hampir dua tahun," ujar David Owen, ekonom IHS Markit.

Penurunan indeks manufaktur ASEAN ini seiring dengan pertumbuhan output yang terlemah dalam 15 bulan terakhir. Tambah lagi, laju bisnis baru maupun volume pesanan juga turun, meski masih pada kisaran marginal.

Nikkei mencatat, permintaan ekspor baru menurun dengan laju yang lebih cepat pada Oktober 2018 lantaran lesunya permintaan dari pasar luar negeri. Tingkat pembelian input pun mengalami penurunan pada laju tercepat sejak Juli 2017, bersamaan dengan stok barang praproduksi dan pascaproduksi yang turun pada kisaran marginal.

Di samping itu, perusahaan manufaktur ASEAN mengalami tekanan inflasi tajam sepanjang Oktober 2018. Ini terlihat dari tingkat inflasi harga input naik ke posisi tertinggi gabungan dalam kurun waktu empat setengah tahun. Negara-negara yang dianggap mengalami kenaikan harga susbtansial adalah Myanmar, Filipina, dan Indonesia.

Kenaikan harga yang dimaksud mengarah pada kenaikan biaya bahan baku dan faktor nilai tukar yang mempengaruhi kenaikan harga input. Akibatnya, harga jual barang produksi tumbuh pada laju tercepat sejak September 2015.

"Biaya input naik pada laju tercepat gabungan dalam kurun waktu lebih dari empat setengah tahun, berkaitan dengan inflasi harga bahan baku dan pergerakan nilai tukar nasional," terang David.

Kendati demikian, sejumlah negara masih menunjukkan perbaikan kondisi manufaktur, seperti Filipina  dengan indeks 54,0 yang memimpin peringkat manufaktur ASEAN di Oktober 2018. Lalu Vietnam dengan indeks 53,9 pada posisi kedua yang juga menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang kuat.

Indonesia dengan indeks 50,5 berada di peringkat ketiga, meski cuma mencatat pertumbuhan marginal alias tak jauh dari ambang atas ekspansi 50,0. Setidaknya, kondisi tersebut masih lebih baik dari Malaysia (49,2) dan Thailand (48,9) yang justru mengalami penurunan indeks. Bahkan, Myanmar (48,0) dan Singapura (43,3) justru mencatat penurunan cukup tajam pada indeks sektor manufakturnya.

Secara keseluruhan Nikkei dan IHS Markit masih mempertahankan pandangan positif terhadap bisnis manufaktur ASEAN hingga tahun depan. Selanjutnya, Nikkei memprediksi, PMI ASEAN akan kembali membaik, setidaknya sedikit di atas angka indeks September 2018 lalu.




TERBARU

[X]
×