Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Platform Tiktok yang meraih popularitas sangat cepat di tengah dominasi Facebook dan Instagram beberapa tahun terakhir kini mulai menunjukkan tanda-tanda stagnansi.
Menurut laporan Gizmodo dilansir Rabu (7/2), Tiktok saat ini masih menjadi raksasa sosial media. Namun, pertumbuhannya tampak stagnan hanya berselang setahun dari puncak popularitasnya pada awal 2023.
Tanda-tanda stagnansi tersebut ditenggarai oleh strategi yang kurant pas dalam memperluas cakupannya dan menghadapi persaingan. Tiktok memenuhi aplikasinya dengan fitur-fitur yang mengganggu, sehingga menggeser fokus pengalaman inti aplikasi dan membuat sebagian besar pengguna setia merasa terasingkan.
Salah satunya adalah Tiktok Shop. Perusahaan ini sangat sangat ingin mendorong fitur tersebut, sehingga lebih sering dipromosikan di aplikasi itu dibanding figur lain, baik melalui iklan maupun video konten kreator.
Selain itu, Tiktok juga sedang menguji fitur baru yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi produk di latar belakang konten reguler dan mengubah setiap video menjadi iklan. Perusahaan ini juga dikabarkan berencana memperbolehkan video berdurasi 30 menit dan mendorong konten horizontal daripada format vertikal standar aplikasi untuk bisa bersaing dengan YouTube.
Baca Juga: Pengamat Menyoroti Investasi BUMN ini Setelah Tiktok Akuisisi Tokopedia
Di sisi lain, kerjasama Tiktok dengan Universal Music Group juga menemui jalan buntu, sehingga mengakibatkan katalog musiknya ditarik dari platform dan membatasi video yang menampilkan musik dari artis Universal seperti Taylor Swift dan The Weeknd.
"Secara keseluruhan, terlihat bahwa TikTok tampaknya melupakan akar daya tarik aplikasinya, yaitu video-video singkat yang mendorong kreativitas dan keanehan," tulis Gizmodo.
Jasmine Enberg, analis media sosial di Insider Intelligence menilai bahwa perusahaan tersebut menghadapi risiko yang signifikan. Meski masih menjadi pemimpin dalam pertumbuhan bisnis iklan sosial, tapi ia melihat pertumbuhan pendapatan iklannya melambat.
“Meskipun peralihan ke video lebih panjang dapat meningkatkan pendapatan iklannya, Tiktok berisiko menyimpang dari intinya, yaitu klip yang menghibur, dan risiko kehilangan keunggulannya," kata Enberg.
Berdasarkan laporan Sensor Tower, pengguna mulai meninggalkan Tiktok terlihat dari jumlah pertumbuhan pengguna aktif bulanan (MAU) yang tak lagi luar biasa. Kabarnya, penyebabnya karena kehadiran Tiktok Shop.
Secara jumlah unduhan, Tiktok masih béradat di urutan pertama. Tapi dari sisi pengguna aktif bulan (MAU), platform ini ada di posisi kelima.
Menurut laporan Sensor Tower itu, nampaknya strategi perusahaan untuk menggenjot bisnis e-commerce lewat Tiktok Shop tak direspons baik oleh pengguna. Penurunan jumlah penggunan terjadi sejak 2022, tak lama setelah ujicona Tiktok Shop di AS. Saat it, MAU Tiktok tumbuh 12% untuk rata-rata kuartalan dilihat secara tahunan lalu berkurang 3% pada 2023.
Baca Juga: TikTok Resmi Selesaikan Proses Investasi di Tokopedia, Begini Dampak ke Saham GOTO
Tiktok dikalahkan oleh Meta, karena empat besar MAU didominasi aplikasi-aplikasi dari raksasa teknologi tersebut. Facebook yang memimpin pada tahun lalu. WhatsApp berada di urutan kedua, Instagram di peringkat tinga dan Messenger di posisi keempat.
Sementara di Indonesia, Kementerian Perdagangan memberi waktu 3-4 bulan sebagai ujicoba kepada Tiktok untuk memindahkan transaksi dari Tiktok Shop ke Tokopedia setelah keduanya bergabung pada Desember 2023 lalu.
"Ini perlu ditransisi, makanya diberikan waktu 3-4 bulan, pindahin pedagangnya, transaksinya dan banyak itu yang diurus. Supaya dia enggak jualan di medsosnya. 3-4 bulan ini kita pantau lgi prosesnya. Tetap mereka harus patuh sama aturan," ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim, beberapa waktu lalu.
Sedangkan Kementerian Koperasi-UKM meminta Tiktok mengikuti aturan agar tidak menyatukan platform media sosial dengan belanja daring (eCommerce) milik mereka. Larangan itu berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023.