Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Pemerintah China pada Sabtu (31/5) meminta industri otomotif di negaranya menghentikan perang harga. Pemerintah menilai perang harga ini bisa membahayakan kesehatan dan menghambat keberlanjutan industri.
Permintaan ini muncul setelah beberapa eksekutif dari perusahaan otomotif besar saling beradu argumen soal tekanan harga, menyusul banyaknya diskon besar yang diberikan kepada konsumen. Sejak awal 2023, perang harga di China terus berlangsung tanpa ada tanda-tanda mereda, meskipun pemerintah dan pelaku industri sudah menyatakan kekhawatiran mereka.
Baca Juga: Bersiap, Pekan Depan Pasar Penuh dengan Volatilitas
Kementerian Perindustrian China, dikutip kantor berita Xinhua, kemarin, mengatakan, akan meningkatkan upaya untuk memperbaiki persaingan yang dinilai sudah terlalu berlebihan. "Dalam perang harga, tidak ada yang benar-benar menang, apalagi punya masa depan," kata pejabat kementerian.
Komentar ini muncul setelah BYD, produsen mobil listrik raksasa asal China, kembali menawarkan berbagai potongan harga untuk lebih dari 20 model mobil mereka minggu lalu. Langkah ini kemudian diikuti pesaingnya, seperti Geely dan Chery.
Asosiasi Produsen Mobil China alias China Association of Auto Manufacturers (CAAM) juga menyatakan agar perusahaan otomotif menghentikan perang harga. "Perang harga berdampak buruk pada keuntungan dan efisiensi perusahaan," jelas CAAM dikutip Reuters.
Baca Juga: Ekspor Korea Selatan Anjlok pada Mei, Tarif Menghantam Pengiriman ke AS dan China
CAAM menyarankan perusahaan tetap berpegang pada prinsip persaingan sehat dan meminta perusahaan besar tidak monopoli. "Selain penurunan harga sesuai hukum, perusahaan tidak boleh menjual barang di bawah harga pokok produksi," kata asosiasi.
BYD memberikan insentif, termasuk subsidi tukar tambah dari pemerintah, yang bisa menurunkan harga mobil listrik kecil BYD Seagull menjadi 55.800 yuan atau sekitar Rp 126,8 juta. Chairman Great Wall Wei Jianjun mengatakan, tekanan harga sangat merugikan perusahaan mobil dan pemasok.