kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pencabutan Tiba-Tiba Kebijakan Nol-COVID Sebabkan Hampir 2 Juta Kematian di China


Sabtu, 26 Agustus 2023 / 09:02 WIB
Pencabutan Tiba-Tiba Kebijakan Nol-COVID Sebabkan Hampir 2 Juta Kematian di China
ILUSTRASI. Hasil studi menunjukkan, pencabutan Tiba-Tiba Kebijakan Nol-COVID Sebabkan Hampir 2 Juta Kematian di China. REUTERS/Lam Yik


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Sebuah studi baru di AS menunjukkan bahwa langkah China yang secara tiba-tiba mencabut rezim ketat COVID-19, yang menyebabkan virus tersebut menyebar ke 1,4 miliar penduduknya, kemungkinan besar menyebabkan hampir 2 juta kematian tambahan dalam dua bulan berikutnya.

Melansir Reuters, studi yang dilakukan oleh Pusat Kanker Fred Hutchinson di Seattle yang didanai pemerintah federal ini diambil dari sampel data kematian yang diterbitkan oleh beberapa universitas di China dan pencarian di internet.

Laporan tersebut menemukan bahwa sekitar 1,87 juta kematian yang diakibatkan oleh semua penyebab terjadi pada orang berusia di atas 30 tahun antara Desember 2022 dan Januari 2023. Kematian tersebut terjadi di semua provinsi di daratan China, kecuali Tibet.

Keputusan China pada bulan Desember lalu untuk mencabut kebijakan nol-COVID selama tiga tahun, yang mencakup pengujian massal dan penguncian karantina yang ketat dan terus-menerus, menyebabkan lonjakan besar-besaran rawat inap dan kematian yang menurut para ahli kesehatan sebagian besar tidak dilaporkan oleh pemerintah.

Studi tersebut, yang diterbitkan pada hari Kamis di JAMA Network Open, mengatakan jumlah kematian jauh melebihi perkiraan resmi pemerintah China pada bulan Januari bahwa 60.000 orang dengan COVID-19 telah meninggal di rumah sakit sejak kebijakan nol-COVID dicabut sebulan sebelumnya.

Baca Juga: Ini Alasan Utama Mengapa Investor Global Masih Menjauh dari China

Dalam studi tersebut, para peneliti melakukan analisis statistik menggunakan informasi dari berita kematian yang diterbitkan dan data dari penelusuran di Baidu, mesin pencari internet populer di China.

“Studi kami mengenai kematian yang meningkat terkait dengan pencabutan kebijakan nol-COVID di Tiongkok menetapkan perkiraan tolok ukur yang diperoleh secara empiris. Temuan ini penting untuk memahami bagaimana penyebaran COVID-19 secara tiba-tiba di suatu populasi dapat berdampak pada kematian,” tulis para peneliti.

Komisi Kesehatan Nasional China tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai laporan tersebut.

Pakar kesehatan global berulang kali meminta China untuk mengungkapkan lebih banyak data ketika laporan meningkatnya jumlah pasien rawat inap dan kematian mulai muncul, dan terutama ketika ancaman varian baru menjadi kekhawatiran.

China kemudian berhenti melaporkan angka kematian harian resmi pada akhir tahun 2022. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan terdapat 121.628 kematian akibat COVID di China, dari total kematian global yang mencapai hampir 7 juta jiwa.

Baca Juga: Dibayangi Krisis Evergrande, Begini Proyeksi Kinerja Sektor Properti Indonesia

Sebuah langkah yang jarang terjadi, sebuah provinsi di Tiongkok secara singkat menerbitkan data di situs webnya pada bulan Juli yang menunjukkan jumlah kremasi melonjak 70% pada kuartal pertama tahun ini, namun kemudian data tersebut dihentikan.

Pada bulan Februari, para pemimpin tertinggi China mendeklarasikan “kemenangan yang menentukan” atas COVID.

Namun virus ini masih menyebar di negara tersebut. Pada Kamis (24/8/2023), pejabat kesehatan Beijing mengatakan bahwa COVID masih menjadi penyakit menular nomor satu di ibu kota tersebut, menurut media pemerintah China.

Para pejabat menyebutkan varian Omicron baru, yang disebut EG.5 atau “Eris”, sebagai jenis virus yang dominan saat ini di seluruh Tiongkok.

Baca Juga: Tak Sampaikan Pidato di KTT BRICS, Ada Apa dengan Xi Jinping?

“Biro Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Nasional mengatakan proporsi varian baru EG.5 meningkat dari 0,6% pada bulan April menjadi 71,6% pada bulan Agustus, menjadi jenis varian dominan di sebagian besar provinsi di China,” Global Times melaporkan.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×