Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - AMSTERDAM. CEO produsen peralatan semikonduktor ASML yang baru saja pensiun mengatakan dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio Belanda BNR, bahwa perselisihan AS-China mengenai chip komputer bersifat ideologis dan tidak berdasarkan fakta. Dia memprediksi, pertarungan chip antar keduanya akan terus berlanjut.
Peter Wennink mengundurkan diri pada bulan April setelah memimpin ASML selama sepuluh tahun dan menjadikannya perusahaan teknologi terbesar di Eropa.
Melansir Reuters, sejak tahun 2018, AS telah memberlakukan pembatasan yang semakin ketat terhadap peralatan apa saja yang dapat diekspor oleh perusahaan di sector ini ke China, pasar terbesar kedua setelah Taiwan, dengan alasan keamanan.
Baru-baru ini, AS telah berusaha untuk mencegah perusahaan memperbaiki peralatan yang telah dijual ke pelanggan China.
"Diskusi semacam ini tidak dilakukan berdasarkan fakta atau konten atau angka atau data, tetapi berdasarkan ideologi," kata Wennink.
Dia menambahkan, "Anda dapat berpikir apa pun yang Anda inginkan tentang hal itu, tetapi kami adalah bisnis di mana kepentingan para pemangku kepentingan harus dikelola secara seimbang ... Jika ideologi memotong langsung hal tersebut, saya tidak setuju."
Baca Juga: Aksi China Membalas AS dan Eropa, Luncurkan Penyelidikan Anti-dumping Plastik
Ia mengatakan bahwa perusahaan telah memiliki pelanggan dan staf di China selama 30 tahun.
Sebagai bagian dari upaya untuk mencapai keseimbangan, Wennink mengatakan bahwa ia telah melakukan lobi-lobi jika memungkinkan untuk mencegah pembatasan ekspor menjadi terlalu ketat.
Pada saat yang sama, ia juga mengeluh kepada para politisi tinggi China ketika ia merasa kekayaan intelektual perusahaan tidak dihargai.
"Saya pikir di Washington, mungkin mereka kadang-kadang berpikir, bahwa Wennink mungkin adalah teman China," katanya.
Baca Juga: AS dan China Memanas, Perusahaan Manufaktur Banyak Pilih Pindah ke Malaysia
"Tidak, saya adalah teman bagi pelanggan saya, pemasok saya, karyawan saya, dan pemegang saham saya," tambahnya.
Dia memperkirakan bahwa dengan adanya kepentingan geopolitik yang dipertaruhkan, perang chip bisa memakan waktu puluhan tahun untuk diselesaikan.
"Ini akan berlangsung cukup lama," katanya.