kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perang diskon barang mewah mewabah di Tiongkok


Senin, 25 Agustus 2014 / 12:05 WIB
Perang diskon barang mewah mewabah di Tiongkok
ILUSTRASI. Percepat Perkembangan UKM, KoinWorks Raih Pendanaan Rp 435 Miliar dari Lendable. Foto DOK. Koinworks


Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Dessy Rosalina

Pemandangan berbeda terlihat di pusat pertokoan mewah di Shanghai, China. Tidak cuma memajang barang mewah di etalase, berbagai tawaran "Sale" terpampang memenuhi sudut-sudut pertokoan. Sejak pertengahan tahun ini, wajah industri barang mewah Negeri Tiongkok memang berubah. Perang diskon menjadi pemandangan lumrah yang menghiasi deretan pertokoan elite. 

Contohnya, sepatu kulit merek Salvatore Ferragamo Carla dijual dengan harga diskon 40% menjadi CNY 3.120  (US$ 507) di peritel online Xiu.com. Harga jual ini lebih rendah dari harga yang dibanderol toko di Eropa. Di gerai Gucci di Shanghai, tas jinjing perempuan mendapat potongan harga 30% menjadi CNY 12.000. 

Fenomena perang diskon barang mewah sebenarnya merupakan hal langka di Tiongkok. Sebab, kaum tajir di negara itu merupakan konsumen paling royal. Hitungan firma konsultan Bain & Company, konsumen China merupakan pembeli sepertiga dari industri barang mewah secara global sepanjang tahun 2013. Daya beli yang kuat juga membuat konsumen China menyandang predikat pembeli paling royal.

Selama beberapa tahun belakangan, konsumen China dianggap rela membayar harga selangit, bahkan lebih mahal daripada harga jual di Eropa.
Tapi, kini, kondisinya telah berubah. Para produsen barang mewah asal Eropa tengah ketar-ketir melihat penurunan daya beli konsumen tajir China. Sejumlah peraturan pemerintah menjadi biang keladi masalah tersebut. 

Pertama, kebijakan anti korupsi yang digalakkan pemerintah China. Larangan gratifikasi memicu anjloknya permintaan barang mewah di daratan China. Kedua, pajak barang mewah yang meningkat drastis. Hal ini menyebabkan kaum tajir China lebih berselera berbelanja barang mewah sewaktu bepergian ke luar negeri. 

Coba dengar pengalaman Ann Hu. Sewaktu menyambangi Milan, Italia, Hu membeli tas kulit merek Loewe seharga CNY 8.000. "Selisih harganya sangat jauh dari harga jual di China sehingga cukup untuk membeli tiket pesawat China-Milan," ujar dia, seperti dikutip Bloomberg.

China mematok pajak impor barang mewah mulai dari 25%-30%. Mario Ortelli, Analis Bernstein menilai, pajak impor membuat harga barang mewah di China lebih mahal dua kali lipat dibandingkan harga jual di Eropa. Catatan Bain, pajak tinggi membuat kaum tajir China membeli sebanyak 67% barang mewah di luar negeri. Tak pelak, stok barang mewah di China menumpuk.  "Diskon sebesar ini bahkan tidak terjadi ketika masa krisis finansial.

Stok menumpuk menjadi masalah besar bagi produsen," ujar Franklin Yao, konsultan dari SmithStreet. Perang diskon semakin sengit karena konsumen China merupakan andalan produsen.  Sekitar 30% pendapatan Louis Vuitton di tahun 2013 misalnya, bersumber dari penjualan di Asia, tidak termasuk Jepang. 

Sementara Kering, pemilik merek Gucci, membukukan penjualan 31% dari China. Merek lain, Cartier dan Piaget, menggantungkan pendapatan 25% dari China dan Hong Kong. Namun, masalah lain muncul tatkala produsen sering memberikan potongan diskon. "Diskon terlalu sering bisa merusak citra barang mewah," ujar Thibault Villet, CEO Glamour Sales.            




TERBARU

[X]
×