kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Perang mata uang masih akan terjadi tahun ini


Selasa, 03 Januari 2012 / 15:59 WIB
Perang mata uang masih akan terjadi tahun ini
ILUSTRASI. Di Jakarta, lelang mobil dinas harga dasar Rp 50 jutaan, ada 9 unit Isuzu Panther


Reporter: Dyah Megasari, Reuters |

SINGAPURA. Seperti roller coaster, mata uang Asia masih akan bergerak volatile sepanjang 2012. Tarik menarik antara nilai tukar yuan, yen dan dollar Amerika Serikat (AS) akan mendominasi pergerakan mata uang Asia.

Tahun ini, Jepang diprediksi masih berusaha keras membendung penguatan yen. China yang terlibat perang mata uang dengan Amerika pun diyakini masih enggan melepas peg mata uang. Kedua mata uang ini setidaknya sudah menguat 5% terhadap dollar AS pada 2011.

Yuan dan yen menjadi gambaran bahwa pemerintah Asia memiliki dilema besar dalam menjaga nilai tukar mata uang. Jika mata uang menguat, nilai ekspor akan tergerus. Imbasnya para eksportir berteriak dan bisa memacu perlambatan ekonomi. Sebaliknya, jika mata uang dibiarkan melemah, akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan menyebabkan inflasi.

Jepang yang selama dua dekade memerangi deflasi sangat mengharapkan terjadinya pelemahan nilai tukar yen. Bahkan pada 2011, Tokyo melakukan intervensi pelemahan yen selama tiga kali dan memicu kemarahan Amerika. Intervensi pertama dibantu oleh negara yang tergabung dalam kelompok G7. Persis setelah Jepang dihantam gempa dan tsunami. Sedangkan intervensi pelemahan yen dilakukan secara sepihak.

Kongres Washington secara tegas pada 27 Desember menyatakan tak mendukung intervensi pelemahan mata uang dan mengecam keras kebijakan itu. Uwak Sam menekan Jepang mencari jalan lain seperti memacu ekonomi domestik ketimbang mengandalkan pendapatan ekspor.

Kondisi itu dianggap oleh para ekonom bahwa "Pemulihan ekonomi Amerika tergantung pada pergerakan dollar yang tidak menjadi terlalu kuat," Yukon Huang, seorang ekonom Carnegie Endowment for International Peace di Washington. Amerika sangat khawatir bahwa ada sebagian kelompok negara yang sengaja melakukan depresiasi nilai tukar.

Pasar menduga, ada permainan politik di balik pergerakan mata uang beberapa negara tertentu. Selama ini, Amerika terkenal bermasalah dengan China mengenai nilai tukar yuan yang dijaga ketat. Amerika mengklaim, jika yuan dibiarkan menguat sesuai mekanisme pasar, maka tekanan inflasi akan berkurang dan daya beli domestik akan naik.

Singapura dan Korea Selatan menjadi contoh, bagaimana inflasi tetap tinggi bahkan ketika permintaan ekspor menurun akibat perlambatan ekonomi dunia. Dollar Singapura dan won tergelincir terhadap dolar pada 2011.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×