Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Ini saatnya untuk memperhatikan dengan seksama kondisi perbankan China.
Seiring langkah pemerintah Beijing untuk mengerek pertumbuhan ekonomi dan mendinginkan pasar properti, pada pekan lalu, pemerintah juga mengumumkan kebijakan yang mempermudah rumah tangga dan perusahaan pengembang untuk meminjam uang.
Analis menilai, kebijakan tersebut memang dapat membantu dalam jangka pendek. Namun, kebijakan itu dapat menyebabkan kenaikan jumlah kredit macet yang membuat sistem finansial China semakin terpukul.
"Jika dilihat level utang China secara keseluruhan, China masih dapay mendorongnya tanpa harus menciptakan masalah baru. Namun, jika Adan melihat tingkat kenaikan utang sejak krisis finansial terjadi, jumlahnya sangat mengejutkan," jelas Diana Choyleva, head of macroeconomic Research Lombard Street Research.
Memang, utang China terus membengkak setiap tahunnya. Untuk mengatasi lumpuhnya sistem finansial pada 2008 lalu, Beijing menggelontorkan pinjaman dan mengeluarkan dana yang sangat besar untuk pembangunan infrastruktur mulai dari pembangunan jalan, bandara, jalur kereta api, dan proyek air.
Saat ini, untuk mempertahankan pertumbuhannya, China juga harus melakukan hal yang sama dengan menggeber pembangunan.
Sebagai respon dari anjloknya harga properti, pada pekan lalu, CHina memangkas suku bunga KPR dan uang muka bagi pembelian rumah untuk pertama kalinya sejak 2008 lalu. Upaya teranyar pemerintah China untuk mengerek pasar real estate juga meliputi peningkatan pengucuran kredit bagi pengembang.
Pasar real estate China berhasil keluar dari krisis sejak 2008. Namun, sejumlah ekonom mengingatkan akan potensi risiko krisis perbankan China.
Jika hal ini terjadi, dampaknya akan dirasakan ke seluruh dunia. Ini sedikit gambaran akan kemungkinan kolapsnya perbankan China:
Krisis akan dimulai saat harga rumah anjlok 24% pada tahun depan dan 27% pada 2016. Gelombang kredit macet terjadi yang disebabkan oleh gagal bayar (default) utang oleh pengembang, pengetatan pengucuran kredit, kenaikan suku bunga acuan, dan default perbankan.
Untuk menjaga agar efek domino tidak menyebar, pemerintah akan mengucurkan sistem finansial dengan lebih banyak dana tunai, membiayai utang lebih banyak lagi, dan mendongkrak tingkat yield obligasi pemerintah menjadi 7%.
Jika kondisi itu terjadi, kerusakan pada ekonomi China dan pasar finansial dari skenario ini akan sangat buruk sekali.