Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Meski demikian, analis memperkirakan Federal Reserve akan terus memangkas suku bunga di tengah kekhawatiran pertumbuhan global yang melambat akibat ketidakpastian Brexit dan ketegangan perdagangan antara AS dan China.
Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics, memperingatkan bahwa bank sentral AS dapat memangkas suku bunga "lebih banyak."
"Jika perang dagang memanas, jika Brexit tanpa kesepakatan, maka saya pikir The Fed akan menurunkan suku bunga lebih banyak. Bahkan, pada titik tertentu, bisa dibahas tentang kemungkinan suku bunga di bawah nol,” katanya kepada CNBC.
Baca Juga: Faktor penguat rupiah: Internal dari intervensi BI, eksternal dari The Fed
Pada bulan Juli, The Fed memotong suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2008, selama krisis keuangan yang hebat. Bank sentral memangkas suku bunga lagi untuk kedua kalinya pada bulan September, menurunkan suku bunga pinjaman semalam dalam kisaran target dari 1,75% menjadi 2%.
“Kami juga berbicara tentang suku bunga negatif di Amerika Serikat. Jadi jika itu terjadi, tentu saja, itu adalah resesi," kata Zandi seperti yang dikutip dari CNBC.
Menurut profesor Cornell University Eswar Prasad, kebijakan moneter "bisa menjadi kurang efektif" dalam mendukung pertumbuhan ketika sebagian besar ekonomi menggunakan hal itu sebagai alat. Sebaliknya, "Pemerintah harus lebih seimbang dalam memasukkan stimulus fiskal," katanya.
"Ketergantungan yang terus-menerus pada kebijakan suku bunga ultra-rendah atau negatif membuat sistem keuangan semakin rentan dan memiliki sedikit dampak positif pada pertumbuhan," tulisnya dalam riset yang dirilis minggu ini.