kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peringatan analis: Tren suku bunga nol atau negatif sesat dan racun bagi ekonomi


Kamis, 17 Oktober 2019 / 10:26 WIB
Peringatan analis: Tren suku bunga nol atau negatif sesat dan racun bagi ekonomi
ILUSTRASI. Traders work on the floor at the New York Stock Exchange (NYSE) in New York, U.S., July 31, 2019. REUTERS/Brendan McDermid


Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Suku bunga nol atau negatif akan menyebabkan "kerusakan luar biasa" pada perekonomian dalam jangka panjang. Analis memperingatkan, kecanduan dana murah bisa menjadi masalah besar karena bank sentral di seluruh dunia tengah memberlakukan kebijakan suku bunga yang semakin rendah.

Melansir CNBC, Yuwa Hedrick-Wong, seorang dosen tamu di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew mengatakan, tren suku bunga nol adalah "sesat" dan dapat "meracuni" lingkungan bisnis.

Baca Juga: Suku Bunga Turun, Investor Memburu Sukuk Negara

Suku bunga rendah menghapus keuntungan pemberi pinjaman karena mempersempit margin yang bisa didapat bank. Dalam lingkungan suku bunga negatif, menurunkan suku bunga lebih dalam ke wilayah negatif pada dasarnya berarti bahwa pemberi pinjaman membayar lebih kepada bank sentral untuk menyimpan kelebihan dana mereka dalam semalam.

Sebelumnya Reuters menulis, Presiden AS Donald Trump secara konsisten menyerukan agar The Fed memberlakukan kebijakan suku bunga rendah. Dia pernah menuliskan  tweet pada September lalu bahwa The Fed harus memangkas suku bunga menjadi nol atau bahkan menetapkan suku bunga negatif. Dia juga tampak memuji Jerman untuk memberlakukan tingkat suku bunga negatif pada obligasi pemerintah.

Di sisi lain, bank-bank di Eropa telah berjuang selama bertahun-tahun dalam kebijakan suku bunga rendah yang terus-menerus. Pertama kali, suku bunga pinjaman di Eropa menyentuh nol pada 2012 sebelum berbalik negatif pada 2014. Bank Sentral Eropa menekan suku bunga acuannya lebih jauh di bawah nol pada September. Negara-negara lain seperti Denmark, Swedia dan Jepang juga melakukan kebijakan yang sama.

Baca Juga: Lelang SBSN dinilai sukses menambah minat investor

“Kita harus membalik proses itu. Normalisasi suku bunga harus menjadi prioritas utama dalam mengelola ekonomi ke depan," kata Hedrick-Wong pada diskusi panel. "Kecanduan uang murah ... itulah masalahnya, bukan solusinya."

Mengapa bank sentral menginginkan suku bunga negatif?

Meski demikian, analis memperkirakan Federal Reserve akan terus memangkas suku bunga di tengah kekhawatiran pertumbuhan global yang melambat akibat ketidakpastian Brexit dan ketegangan perdagangan antara AS dan China.

Mark Zandi, kepala ekonom di Moody's Analytics, memperingatkan bahwa bank sentral AS dapat memangkas suku bunga "lebih banyak."

"Jika perang dagang memanas, jika Brexit tanpa kesepakatan, maka saya pikir The Fed akan menurunkan suku bunga lebih banyak. Bahkan, pada titik tertentu, bisa dibahas tentang kemungkinan suku bunga di bawah nol,” katanya kepada CNBC.

Baca Juga: Faktor penguat rupiah: Internal dari intervensi BI, eksternal dari The Fed

Pada bulan Juli, The Fed memotong suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2008, selama krisis keuangan yang hebat. Bank sentral memangkas suku bunga lagi untuk kedua kalinya pada bulan September, menurunkan suku bunga pinjaman semalam dalam kisaran target dari 1,75% menjadi 2%.

“Kami juga berbicara tentang suku bunga negatif di Amerika Serikat. Jadi jika itu terjadi, tentu saja, itu adalah resesi," kata Zandi seperti yang dikutip dari CNBC.

Menurut profesor Cornell University Eswar Prasad, kebijakan moneter "bisa menjadi kurang efektif" dalam mendukung pertumbuhan ketika sebagian besar ekonomi menggunakan hal itu sebagai alat. Sebaliknya, "Pemerintah harus lebih seimbang dalam memasukkan stimulus fiskal," katanya.

"Ketergantungan yang terus-menerus pada kebijakan suku bunga ultra-rendah atau negatif membuat sistem keuangan semakin rentan dan memiliki sedikit dampak positif pada pertumbuhan," tulisnya dalam riset yang dirilis minggu ini.




TERBARU

[X]
×