Sumber: TheIndependent.co.uk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gunung Fuji, gunung tertinggi dan paling ikonik di Jepang, biasanya diselimuti salju pada pertengahan Oktober, yang menandai dimulainya musim dingin.
Namun, tahun 2024 mencatat perubahan mencolok: salju pertama belum tampak hingga akhir musim gugur, sebuah fenomena yang belum pernah terjadi sejak pencatatan cuaca dimulai 130 tahun yang lalu.
Suhu yang lebih hangat dari biasanya membuat puncak Gunung Fuji tetap gundul, melampaui rekor terakhir salju yang terlambat turun pada 26 Oktober 1955 dan kembali terjadi pada tahun 2016.
Baca Juga: Ini Penjelasan BMKG soal Suhu Panas dan Cara Mengeceknya
Catatan Cuaca dan Pengamatan Tradisional
Badan Meteorologi Lokal Kofu, yang berjarak sekitar 40 km dari Gunung Fuji, mengonfirmasi bahwa tingginya suhu musim gugur menjadi penyebab utama penundaan salju tahun ini.
Secara tradisional, mereka mengumumkan penampakan pertama salju begitu terlihat dari titik pengamatan mereka, sebuah tradisi yang telah berlangsung lebih dari satu abad.
Meski cuaca musiman terkadang mempengaruhi waktu turunnya salju, para ahli memperingatkan bahwa perubahan iklim yang terus berlanjut menyebabkan suhu rata-rata di musim gugur meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Kondisi ini memengaruhi pola musim yang tidak terduga, dan bahkan tahun 2024 diperkirakan akan menjadi tahun terpanas di dunia selama dua tahun berturut-turut.
Dampak Perubahan Iklim pada Musim di Jepang
Perubahan suhu yang ekstrem telah mempengaruhi daerah pesisir dan pegunungan Jepang, dengan musim gugur yang lebih hangat dan musim dingin yang semakin ringan.
Jepang mengalami musim panas terpanas pada tahun 2024 untuk tahun kedua berturut-turut, dengan suhu 1,76°C lebih tinggi dari rata-rata tahun 1991 hingga 2020.
Baca Juga: Taiwan Lumpuh Akibat Topan Kong-rey, Satu Orang Tewas
Data dari Climate Central, sebuah lembaga riset nirlaba, juga mencatat suhu tinggi di sejumlah kota Jepang yang mendekati atau bahkan melebihi 30°C pada awal Oktober.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perubahan iklim meningkatkan kemungkinan terjadinya suhu ekstrem hingga tiga kali lipat.
Dampak dari panas ekstrem ini sangat terasa, khususnya di Tokyo, di mana jumlah korban akibat serangan panas mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024.
Sebanyak 252 orang dilaporkan meninggal akibat serangan panas antara Juni hingga September, sebagian besar adalah lansia yang ditemukan tanpa pendingin udara di rumah mereka.
Sebelumnya di tahun ini, mekar lebih awal bunga sakura juga menjadi perhatian, memicu kekhawatiran terkait perubahan pola cuaca.
Tantangan Tambahan: Overtourism di Gunung Fuji
Selain dampak perubahan iklim, Gunung Fuji menghadapi tantangan lain berupa overtourism.
Baca Juga: Spanyol Mencari Korban Hilang Setelah Banjir Mematikan di Valencia
Jumlah pengunjung yang meningkat setiap tahun memberikan tekanan besar pada ekosistem sekitar. Untuk mengelola dampak lingkungan, pihak berwenang setempat memperkenalkan pajak wisata bagi para pendaki Gunung Fuji tahun ini.
Langkah ini diharapkan dapat membantu mengurangi beban lingkungan dari jutaan pengunjung yang mendaki gunung setiap tahunnya.