Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Ekonomi Jepang tumbuh untuk tiga kuartal berturut-turut karena konsumsi swasta yang solid. Data untuk April-Juni yang dirilis hari Senin (15/8) menunjukkan pemulihan yang sangat tertunda dari penurunan yang disebabkan oleh Covid.
Tetapi prospek ekonomi Negeri Sakura tetap tidak pasti karena kebangkitan infeksi Covid-19, perlambatan pertumbuhan global, kendala pasokan, dan kenaikan harga bahan baku yang meningkatkan biaya hidup rumah tangga. Produk domestik bruto (PDB) di ekonomi terbesar ketiga di dunia ini meningkat 2,2% secara tahunan pada kuartal kedua.
Pertumbuhan ekonomi periode April-Juni ini melaju lebih cepat ketimbang kenaikan 0,1% pada Januari-Maret. Tapi, pertumbuhan ekonomi Jepang lebih kecil daripada perkiraan pasar rata-rata sebesar 2,5%.
Baca Juga: Menentang Tekanan Biaya Global, Inflasi Gerbang Pabrik China Turun ke Level Terendah
Pertumbuhan ekonomi sebagian besar didorong oleh kenaikan 1,1% dalam konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari setengah PDB Jepang. Kenaikan konsumsi swasta pun lebih rendah ketimbang prediksi pasar sebesar 1,3%.
Sementara belanja modal meningkat 1,4%, lebih dari perkiraan pasar rata-rata untuk ekspansi 0,9%. Permintaan eksternal tidak menambah atau mengurangi pertumbuhan PDB, dibandingkan dengan perkiraan untuk kontribusi 0,1 poin.
Jepang tertinggal dari ekonomi utama lainnya dalam pemulihan penuh dari pukulan pandemi karena konsumsi yang lemah. Pelemahan konsumsi sebagian disebabkan oleh pembatasan aktivitas yang berlangsung hingga Maret.
Baca Juga: Di Tengah Kenaikan Inflasi Global, Penyaluran Pinjaman Bank di Jepang Naik 1,8%
Kondisi ini telah mengubah Bank of Japan menjadi pencilan dalam fase pengetatan moneter global yang melanda banyak negara di tengah melonjaknya inflasi. Hingga saat ini, Bank of Japan masih mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgar.
Para pembuat kebijakan berharap permintaan yang terpendam akan menopang konsumsi sampai upah naik cukup untuk menutupi kenaikan biaya hidup. Tetapi ada ketidakpastian apakah perusahaan akan menaikkan gaji di tengah meningkatnya risiko permintaan global yang melambat.